BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Telah kita ketahui
bahwa tes hasil belajar dapat dilakukan dengan berbagai cara tergantung
bagaimana strategi dan metode yang diterapkan oleh guru. Adakalanya guru
menyelenggarakan tes hasil belajars ecara tertulis (tes tertulis), ada juga
secara lisan (tes lisan) dan ada juga yang dengan perbuatan (prektek).
Adanya perbedaan
penyelenggaraan tes hasil belajar tersebut, sudah barang tentu menuntut adanya
pembedaan pula dalam pemeriksaan hasil-hasilnya (koreksi) dan adanya pembedaan
pula dalam rangka pemberian skor.
Untuk mengolah tes
hasil belajar, perlu memperhatikan langkah-langkah dan rumus-rumus yang telah
ditetapkan. Agar skor dan nilai yang diperoleh siswa dapat dipertanggung
jawabkan kebenarannya.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana teknik pemeriksaan
hasil tes hasil belajar?
2.
Bagaimana teknik pemberian
skor hasil tes hasil belajar?
3.
Bagaimana teknik pengolahan
hasil tes hasil belajar?
C.
Tujuan Pembahasan
1.
Untuk mengetahui bagaimana
teknik pemeriksaan hasil tes hasil belajar.
2.
Untuk mengetahui bagaimana
teknik pemberian skor hasil tes hasil belajar.
3.
Untuk mengetahui bagaimana
teknik pengolahan hasil tes hasil belajar.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Teknik Pemeriksaan
Hasil Tes Hasil Belajar
Tes hasil belajar
dapat diselenggarakan secara tertulis (tes tertulis), secara lisan (tes lisan) dan dengan tes
perbuatan. Adanya perbedaan pelaksanaan tes hasil belajar tersebut menuntut
adanya perbedaan dalam pemeriksaan hasil-hasilnya.
1. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Tertulis
Tes hasil belajar yang diselenggarakan secara tertulis dapat
dibedakan menjadi dua golongan, yaitu: tes hasil belajar (tertulis) bentuk
uraian (subjective test = essay test) dan tes hasil belajar (tertulis)
bentuk obyektif (objective test). Karena kedua bentuk tes hasil belajar
itu memiliki karakteristik yang berbeda, sudah barang tentu teknik pemeriksaan
hasil-hasilnya pun berbeda pula.[1]
a.
Teknik Pemeriksaan Hasil
Tes Bentuk Uraian
Dalam
pelaksanaan pemeriksaan hasil tes uraian ini ada dua hal yang perlu
dipertimbangkan, yaitu: (1) apakah nantinya pengolahan dan penentuan nilai
hasil tes uraian itu akan didasarkan pada standar mutlak atau: (2) apakah
nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes subyektif itu akan didasarkan
pada standar relatif.
Apabila
nantinya pengolahan dan penentuan nilai hasil tes uraian itu akan didasarkan
pada standar mutlak (dimana penentuan nilai secara mutlak akan didasarkan pada
prestasi individual), maka prosedur pemeriksaannya adalah sebagai berikut:
1) Membaca setiap jawaban yang diberikan oleh testee dan membandingkannya
dengan pedoman yang sudah disiapkan.
2) Atas dasar hasil perbandingan tersebut, tester lalu memberikan
skor untuk setiap butir soal dan menuliskannya di bagian kiri dari jawaban
testee tersebut.
3) Menjumlahkan skor-skor yang telah diberikan.
Adapun
apabila nantinya pengolahan dan penentuan nilai akan didasarkan pada standar
relative (di mana penentuan nilai akan didasarkan pada prestasi kelompok), maka
prosedur pemeriksaannya adalah sebagai berikut:
1) Memeriksa jawaban atas butir soal nomor 1 yang diberikan oleh
seluruh testee, sehingga diperoleh gambaran secara umum mengenai keseluruhan
jawaban yang ada.
2) Memberikan skor terhadap jawaban soal nomor 1 untuk seluruh
testee.
3) Mengulangi langkah-langkah tersebut untuk soal tes kedua,
ketiga, dan seterusnya
4) Setelah jawaban atas seluruh butir soal yang diberikan oleh
seluruh testee dapat diselesaikan, akhirnya dilakukanlah penjumlahan skor (yang
nantinya akan dijadikan bahan dalam pengolahan dan penentuan nilai.[2]
b.
Teknik Pemeriksaan Hasil
Tes Bentuk Obyektif
Memeriksa atau mengoreksi jawaban atas soal tes
objektif pada umumnya dilakukan dengan jalan menggunakan kunci jawaban, ada
beberapa macam kunci jawaban yang dapat dipergunakan untuk mengoreksi jawaban
soal tes objektif, yaitu sebagai berikut :[3]
1)
Kunci berdampingan ( strip keys
)
Kunci jawaban berdamping ini terdiri dari jawaban –
jawaban yang benar yang ditulis dalam satu kolom yang lurus dari atas kebawah,
adapun cara menggunakannya adalah dengan meletakan kunci jawaban tersebut
berjajar dengan lembar jawaban yang akan diperiksa, lalu cocokkan, apabila
jawaban yang diberikan oleh teste benar maka diberi tanda ( + ) dan apabila
salah diberi tanda ( - ).
2)
Kunci system karbon ( carbon system
key )
Pada kunci jawaban system ini teste
diminta membubuhkan tanda silang ( X ) pada salah satu jawaban yang mereka
anggap benar kemudian kunci jawaban yang telah dibuat oleh teste tersebut
diletakan diatas lembar jawaban teste yang sudah ditumpangi karbon
kemudian tester memberikan lingkaran pada setiap jawaban yang benar sehingga
ketika diangkat maka, dapat diketahui apabila jawaban teste yang berada diluar
lingkaran berarti salah sedangkan yang berada didalam adalah benar.
3)
Kunci system tusukan ( panprick
system key )
Pada dasarnya kunci system tusukan
adalah sama dengan kunci system karbon. Letak perbedaannya ialah pada kunci sistem
ini, untuk jawaban yang benar diberi tusukan dengan paku atau alat penusuk
lainnya sementara lembar jawaban testee berada dibawahnya, sehingga tusukan
tadi menembus lembar jawaban yang ada dibawahnya. Jawaban yang benar akan
tekena tusukan dsedangkan yang salah tidak.
4)
Kunci berjendela ( window key
)
Prosedur kunci berjendela ini adalah sebagai berikut :
a)
Ambilah blanko lembar jawaban yang
masih kosong
b)
Pilihan jawaban yang benar dilubangi
sehingga seolah – olah menyerupai jendela
c)
Lembar jawaban teste diletakan
dibawah kunci berjendela
d)
Melalui lubang tersebut kita dapat
membuat garis vertical dengan pencil warna sehingga jawaban yang terkena pencil
warna tersebut berarti benar dan sebaliknya.
2. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Lisan
Pemeriksaan yang dilaksanakan dalam rangka menilai
jawaban – jawaban testee pada tes hasil belajar secara lisan pada umumnya
bersifat subjektif, sebab dalam tes lisan itu tester tidak berhadapan dengan
lembar jawaban soal yang wujudnya adalah benda mati, melainkan berhadapan
dengan individu atau makhluk hidup yang masing – masing mempunyai ciri dan
karakteristik berbeda sehingga memungkinkan bagi tester untuk bertindak kurang
atau bahkan tidak objektif.[4]
Dalam hal ini, pemeriksaan terhadap jawaban testee
hendaknya dikendalikan oleh pedoman yang pasti, misalnya sebagai berikut :
a.
Kelengkapan jawaban yang diberikan
oleh testee.
Pernyataan tersebut mengandung makna “ apakah jawaban
yang diberikan oleh testee sudah memenuhi semua unsur yang seharusnya ada dan
sesuai dengan kunci jawanban yang telah disusun oleh tester
b.
Kelancaran testee dalam mengemukakan
jawaban
Mencakup apakah dalam memberikan jawaban lisan atas
soal – soal yang diajukan kepada testee itu cukup lancar sehingga mencerminkan
tingkat pemahaman testee terhadap materi pertanyaan yang diajukan kepadanya
c.
Kebenaran jawaban yang dikemukakan
Jawaban panjang yang dikemukakan oleh testee secara
lancar dihadapan tester, belum tentu merupakan jawaban yang benar sehingga
tester harus benar – benar memperhatikan jawaban testee tersebut, apakah
jawaban testee itu mengandung kadar kebenaran yang tinggi atau sebaliknya.
d.
Kemampuan testee dalam
mempertahankan pendapatnya
Maksudnya, apakah jawaban yang diberikan dengan penuh
kenyakinan akan kebenarannya atau tidak. Jawaban yang diberikan oleh testee
secara ragu – ragu merupakan salah satu indikator bahwa testee kurang menguasai
materi yang diajukan kepadanya.
Demikian seterusnya, penguji dapat menambahkan unsur lain
yang dirasa perlu dijadikan bahan penilaian seperti : perilaku, kesopanan,
kedisiplinan dalam menghadapi penguji (tester).[5]
3. Teknik Pemeriksaan Hasil Tes Perbuatan
Dalam tes perbuatan ini pemeriksaan hasil-hasil tes
nya dilakukan dengan menggunakan observasi (pengamatan). Sasaran yang perlu
diamati adalah tingkah laku, perbuatan, sikap dan lain sebagainya. Untuk dapat
menilai hasil tes tersebut diperlukan adanya instrument tertentu dan setiap
gejala yang muncul diberikan skor tertentu pula.
Contoh: misalkan instrument yang dipergunakan dalam
mengamati calon guru yang melaksanakan praktek mengajar, aspek-aspek yang
diamati meliputi 17 unsur dengan skor minimum 1 (satu) dan maksimum (lima).[6]
B.
Teknik Pemberian
Skor Hasil Tes Hasil Belajar
1.
Penskoran
Penskoran merupakan
langkah pertama dalam proses pengolahan hasil tes. Penskoran adalah suatu
proses pengubahan jawaban-jawaban tes menjadi angka-angka.
Angka-angka hasil penskoran
itu kemudian diubah menjadi nilai-nilai melalui suatu proses pengolahan
tertentu. Penggunaan simbol untuk menyatakan nilai-nilai itu ada yang dengan
angka, seperti angka dengan rentangan 0 – 10, 0 – 100, 0 – 4, dan ada pula yang
dengan huruf A, B, C, D, dan E.[7]
Cara menskor hasil tes biasanya disesuaikan dengan bentuk soal-soal tes yang
dipergunakan, apakah tes objektif atau tes essay, atau dengan bentuk
lain.
a.
Pemberian skor untuk tes
bentuk benar-salah
Dalam menentukan
angka atau skor untuk tes bentuk benar-salah ini kita dapat menggunakan 2 cara,
yaitu: (1) Tanpa denda, dan (2) Dengan denda.
Tanpa denda adalah
banyaknya angka yang diperoleh siswa sebanyak jawaban yang cocok dengan kunci.
Sedangkan dnegan denda (karena diragukan ada unsur tebakan), digunakan 2 macam
rumus:[8]
S = R - W
|
S =
Score
R =
Right
W =
Wrong
Skor yang diperoleh siswa sebanyak
jumlah soal yang benar dikurangi dengan jumlah soal yang salah.
Contoh:
-
Banyaknya soal = 10 butir
-
Yang betul = 8 butir soal
-
Yang salah = 2 butir soal
Jadi, 8 – 2 = 6
Kedua, dengan rumus:
S = T – 2W
|
T =
Total, artinya jumlah soal dalam tes
Contoh di atas dihitung: S = 10 – (2 x 2) = 10 – 4 = 6
b.
Pemberian skor untuk tes
bentuk pilihan ganda (multiple choice)
Dengan tes bentuk
pilihan ganda, testee diminta melingkari salah satu huruf di depan pilihan
jawaban yang disediakan atau membubuhkan tanda lingkaran atau tanda silang (X)
pada tempat yang sesuai di lembar jawaban.
Dalam menentukan
skor untuk tes pilihan ganda, dikenal 2 macam cara pula yakni tanpa denda dan
dengan denda. Tanpa denda apabila banyaknya angka dihitung dari banyaknya
jawaban yang cocok dengan kunci jawaban. Sedangkan dengan denda menggunakan
rumus:[9]
S = R -
|
S =
Score
W
= Wrong
n =
Banyaknya pilihan jawaban
Contoh:
-
Banyaknya soal = 10 butir
-
Banyaknya yang betul = 8
butir soal
-
Banyaknya yang salah = 2
butir soal
-
Banyaknya pilihan = 3 butir
Maka skornya adalah: S = 8 -
= 8 – 1 = 7
c.
Pemberian skor untuk tes
bentuk jawab singkat (short answer test)
Tes bentuk jawab
singkat adalah bentuk tes yang menghendaki jawaban berbentuk kata atau kalimat
pendek. Maka jawaban untuk tes tersebut tidak boleh berbentuk kalimat-kalimat
panjang, tetapi harus sesingkat mungkin dan mengandung satu pengertian. Dengan
persyaratan inilah maka bentuk tes ini dpaat digolongkan ke dalam bentuk tes
objektif.
Dengan mengingat
jawaban yang hanya satu pengertian saja. Maka angka bagi tiap nomor soal mudah
ditebak. usaha yang dikeluarkan oleh siswa sedikit, tetapi lebih sulit daripada
tes bentuk betul-salah atau pilihan ganda. Dalam tes bentuk ini, sebaiknya tiap
soal diberi angka 2 (dua). Tetapi apabila jawabannya bervariasi misalnya
lengkap sekali, lengkap, dan kurang lengkap, maka angkanya dapat dibuat
bervariasi pula misalnya 2, 1,5, dan 1.[10]
d.
Pemberian skor untuk tes
bentuk menjodohkan (matching)
Pada dasarnya tes
bentuk menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda, dimana jawaban-jawaban
dijadikan satu, demikian pula pertanyaan-pertanyaannya
Karena tes bentuk
menjodohkan adalah tes bentuk pilihan ganda yang lebih kompleks. Maka angka
yang diberikan sebagai imbalan juga harus lebih banyak. Sebagai ancar-ancar
dapat ditentukan bahwa angka untuk tiap nomor adalah 2 (dua).[11]
e.
Pemberian skor untuk tes
bentuk uraian
Sebelum menyusun
sebuah tes uraian sebaiknya kita tentukan terlebih dahulu pokok-pokok jawaban
yang kita kehendaki. Dengan demikian, maka akan mempermudah kita dalam
mengoreksi tes itu.
Tidak ada jawaban
yang pasti terhadap tes bentuk uraian ini. Jawaban yang kita peroleh akan
sangat beraneka ragam, beda antara siswa yang satu dengan siswa yang lain.
Langkah-langkah pemberian skornya adalah:
1)
Membaca soal pertama dari
seluruh siswa untuk memperoleh gambaran mengenai lengkap tidaknya jawaban yang
diberikan siswa secara keseluruhan.
2)
Menentukan angka untuk soal
pertama tersebut. Misalnya jika jawabannya lengkap diberi angka 5, kurang
sedikit diberi angka 4, begitu seterusnya.
3)
Mengulangi langkah-langkah
tersebut untuk soal tes kedua, ketiga, dan seterusnya.
4)
Menjumlahkan angka-angka
yang diperoleh oleh masing-masing siswa untuk tes bentuk uraian.
Alternatif kedua untuk pemberian skor pada tes bentuk
uraian adalah dengan menggunakan cara pemberian angka yang relatif. Misalnya
untuk sesuatu nomor soal jawaban yang paling lengkap hanya mengandung 3 unsur,
padahal yang kita kita menghendaki 5 unsur, maka kepada jawaban yang paling
lengkap itulah kita berikan angka 5, sedangkan yang menjawab hanya 2 atau 1
unsur, kita beri angka lebih sedikit, yaitu misalnya 3,5; 2; 1,5; dan seterusnya.
Apa yang telah diterangkan di atas ini adalah cara
memberikan angka dengan menggunakan atau mendasarkan pada norma kelompok (norm
referenced test). Apabila dalam memberikan angka menggunakan atau
mendasarkan pada standar mutlak (Criterion referenced test), maka
langkah-langkahnya adalah:
1)
Membaca setiap jawaban yang
diberikan oleh siswa dan dibandingkan dengan kunci jawaban yang telah disusun.
2)
Membubuhkan skor di sebelah
kiri setiap jawaban. Ini dilakukan per nomor soal.
3)
Menjumlahkan skor-skor yang
telah dituliskan pada setiap soal.
Dengan cara ini maka skor yang diperoleh siswa tidak
dibandingkan dnegan jawaban paling lengkap yang diberikan oleh siswa lain,
tetapi dibandingkan dengan jawaban lengkap yang dikehendaki dan sudah
ditentukan oleh guru.[12]
f.
Pemberian skor untuk tes
bentuk tugas[13]
Tolak ukur yang
digunakan sebagai ukuran keberhasilan tugas adalah:
1)
Ketepatan waktu
2)
Bentuk fisik pengerjaan
tugas yang menandkan keseriusan dalam mengerjakan tugas.
3)
Sistematika yang
menunjukkan alur keruntutan pikiran.
4)
Kelengkapan isi menyangkut
ketuntasan penyelesaian dan kepadatan isi.
5)
Mutu hasil tugas, yaitu
kesesuaian hasil dengan garis-garis yang sudah ditentukan oleh guru.
Dalam
mempertimbangkan nilai akhir perlu dipikirkan peranan masing-masing aspek
kriteria tersebut, misalnya demikian:
- Ketepatan waktu,
diberi bobot 2
- Bentu
fisik, diberi bobot 1
-
Sistematika, diberi bobot 3
-
Kelengkapan isi, diberi bobot 3
- Mutu
hasil, diberi bobot 3
Maka nilai akhir untuk tugas tersebut
diberikan rumus:
NAT =
NAT adalah Nilai Akhir Tugas
2.
Perbedaan Skor dan
Nilai
Apa yang terjadi
selama ini, banyak di antara para guru yang masih mencampuradukkan antara dua
pengertian, yaitu skor dan nilai.
Skor :
hasil pekerjaan menskor yang diperoleh dengan menjumlahkan angka-angka bagi
setiap soal tes yang dijawab betul oleh siswa, dengan memperhitungkan bobot
jawaban betulnya.[14]
Nilai :
angka (bisa juga huruf) yang merupakan hasil ubahan dari skor yang sudah dijadikan satu dengan skor-skor
lainnya, serta dengan menggunakan acuan/standar tertentu, yakni acuan patokan
dan acuan norma.[15]
a.
Penilaian Acuan Patokan
(PAP)
Suatu penilaian
disebut PAP jika dalam melakukan penilaian itu mengacu pada suatu kriteria
pencapaian tujuan yang telah dirumuskan sebelumnya.
Sebagai contoh,
misalkan untuk dapat diterima sebagai calon penerbang di sebuah lembaga
penerbangan, setiap calon harus memenuhi syarat antara lain tinggi badan
sekurang-kurangnya 165 cm dan memiliki tingkat kecerdasan (IQ)
serendah-rendahnya 130. Berdasarkan kriteria atau patokan itu, siapapun calon
yang tidak memenuhi syarat-syarat tersebut dinyatakan gagal dalam tes atau
tidak akan diterima sebagai calon penerbang.[16]
b.
Penilaian Acuan Norma (PAN)
Penilaian acuan
norma adalah penilaian yang dilakukan dengan mengacu pada norma kelompok,
nilai-nilai yang diperoleh siswa diperbandingkan dengan nilai-nilai siswa yang
lain yang termasuk di dalam kelompok itu.
Yang dimaksud
dengan “norma” dalam hal ini adalah kapasitas atau prestasi kelompok, sedangkan
yang dimaksud dengan “kelompok” adalah semua siswa yang mengikuti tes tersebut.
Nilai hasil PAN tidak mencerminkan tingkat kemampuan dan penguasaan siswa
tentang materi pengajaran yang diteskan, tetapi hanya menunjukkan kedudukan
siswa di dalam peringkat kelompoknya.[17]
C.
Teknik Pengolahan
Hasil Tes Hasil Belajar
1.
Mengolah Skor Mentah
Menjadi Nilai Huruf
Pengolahan skor
mentah menjadi nilai huruf menggunakan sifat-sifat yang terdapat pada kurva
normal sebagai dasar perhitungan. Adapun ciri-ciri atau sifat-sifat distribusi
normal antara lain adalah seperti berikut:[18]
·
Memiliki jumlah atau
kepadatan frekuensi yang tetap pada jarak deviasi-deviasi tertentu seperti pada
gambar:
-2
|
-3
|
-2
|
-1
|
M
|
+1
|
+2
|
+3
|
b.
|
a.
|
-1
|
M
|
+1
|
+2
|
+3
|
-3
|
68,26
|
95,44
|
-3
|
-1
|
M
|
+1
|
+2
|
+3
|
c.
|
-2
|
99,72
|
Dalam gambar tersebut, dapat kita lihat bahwa:
-
(gambar a.) 68,26 persen
data/populasi terletak di dalam interval M – 1 DS dan M + 1 DS
-
(gambar b.) 95,44 persen
data/populasi terletak di dalam interval M – 2 DS dan M + 2 DS
-
(gambar c.) 99,72 persen
data/populasi terletak di dalam interval M – 3 DS dan M + 3 DS
Dengan kata lain. Pada distribusi
normal hampir 100 persen data/populasi terletak pada jarak range -3 DS
dan +3 DS. Itulah sebabnya dalam perhitungan-perhitungan selanjutnya selalu
akan kita lhat penggunaan jarak range -3 DS dan +3 DS.
·
Pada distribusi normal, mean,
median,dan mode berimpit (sama besar), terletak tepat di tengah kurva
dan membagi dua sama besar jarak deviasi antara -3 DS dan +3 DS.
Berdasarkan sifat-sifat distribusi normal itulah maka
untuk penjabaran skor mentah menjadi nilai huruf dipergunakan mean dan
DS.
a.
Mengolah Skor Mentah
Menjadi Nilai Huruf dengan Menggunakan Mean (M) dan Deviasi Standar (DS)
Mencari mean (M)
dan Deviasi Standar (DS) dalam rangka mengolah skor mentah menjadi nilai huruf
dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu jika banyaknya skor yang diolah kurang
dari 30, digunakan tabel distribusi frekuensi tunggal. Dan jika banyaknya skor
yang diolah lebih dari 30, misalnya sampai 40 atau 50 skor atau lebih,
sebaiknya digunakan tabel distribusi frekuensi bergolong. Berikut ini sebuah
contoh yang menggunakan tabel distribusi frekuensi tunggal.
Misalkan seorang
guru memperoleh skor mentah dari haisl tes yang telah diberikan kepada 20 orang
siswa sebagai berikut:[19]
73
|
70
|
68
|
68
|
67
|
67
|
65
|
65
|
63
|
62
|
60
|
59
|
59
|
58
|
58
|
56
|
52
|
50
|
41
|
40
|
Skor mentah itu akan diolah menjadi
nilai huruf A, B, C, D, TL dengan menggunakan M dan DS. Untuk itu kita membuat
tabel sebagai berikut:
Langkah-langkah menyusun tabel:
1)
Masukkan nama siswa (ke
dalam kolom 1) dan skor masing-masing siswa (ke dalam kolom 2), kemudian
jumlahkan. Kita akan memperoleh
.
2)
Hitunglah mean (M) dengan membagi jumlah skor
itu (
) dengan N (banyaknya siswa yang dites). Jadi rumus untuk mencari M itu
adalah: M =
3)
Isilah kolom 3 dengan selisih (deviasi) tiap-tiap skor
dari mean (X-M)
4)
Isilah kolom 4 dengan menguadratkan angka-angka dari
kolom 3. Kemudian jumlahkan sehingga kita peroleh
5)
Langkah terakhir adalah menghitung mean dan DS
dengan rumus-rumus sebagai berikut:
M =
dan DS =
Tabel untuk menghitung Mean dan DS
Nama
Siswa
|
Skor
Mentah (X)
|
(X - M)
atau (d)
|
atau
|
|
1
|
2
|
3
|
4
|
|
Amrin
|
73
|
13
|
169
|
|
Dahron
|
70
|
10
|
100
|
|
Mardi
|
68
|
8
|
64
|
|
Popon
|
68
|
8
|
64
|
|
Jamilah
|
67
|
7
|
49
|
|
Sarman
|
67
|
7
|
49
|
|
Ronald
|
65
|
5
|
25
|
|
Nursam
|
65
|
5
|
25
|
|
Marnah
|
63
|
3
|
9
|
|
Kamerun
|
62
|
2
|
4
|
|
Djufri
|
60
|
0
|
0
|
|
Rajiman
|
59
|
-1
|
1
|
|
Jugil
|
59
|
-1
|
1
|
|
Bonteng
|
58
|
-2
|
4
|
|
Pairah
|
58
|
-2
|
4
|
|
Gurita
|
56
|
-4
|
16
|
|
Marlopo
|
52
|
-8
|
64
|
|
Karmin
|
50
|
-10
|
100
|
|
Nirmala
|
41
|
-19
|
361
|
|
Brutal
|
40
|
-20
|
400
|
|
Jumlah
|
1201 (
)
|
1509
|
||
Dari tabel itu kemudian dicari mean dan DS dengan
rumus sebagai berikut:
M =
=
= 60,05 dibulatkan = 60
DS =
=
=
= 8,69
Dari perhitungan
dalam tabel di atas kita telah memperoleh mean (M) = 60 dan DS = 8,69.
Selanjutnya kita dapat menjabarkan skor-skor mentah yang kita peroleh itu ke
dalam nilai huruf melalui langkah-langkah sebagai berikut:
1)
Pertama-tama kita
menentukan besarnya Skala Unit Deviasi (SUD). Misalnya dalam penjabaran ini
kita akan menggunakan seluruh jarak range dari kurva normal, yaitu
antara -3 DS s.d. + 3 DS = 6 DS. Karena nilai huruf yang akan digunakan adalah
A – B – C – D – E – TL yang berarti = 4 unit, dan kita tentukan besarnya SUD =
6 DS : 4 = 1,5 DS. Jadi, SUD = 1,5 x
8,69 = 13,035, dibulatkan = 13.
2)
Titik tengah nilai C
terletak pada mean = 60 karena C merupakan nilai tengah pada skala
penilaian A - B – C – D – TL.
3)
Langkah selanjutnya kita
menentukan batas bawah (lower limit) dan batas atas (upper limit)
dari masing-masing nilai huruf.
-
Karena titik tengah C = M =
60, maka
-
Batas bawah C = M – 0,5 SUD
60 - (0,5 x 13) = 53,5
-
Batas atas C = M + 0,5 SUD
60 + (0,5 x 13) = 66,5
-
Batas bawah D = M – 1,5 SUD
60 – (1,5 x 13) = 34
-
Skor di bawah 34 = TL
-
Batas atas B = M + 1,5 SUD
60 + (1,5 x 13) = 79,5
-
Skor di atas 79, 5 = A
4)
Selanjutnya kita
mentransfer skor-skor mentah dari 20 siswa tersebut ke dalam niali huruf
sebagai berikut:
-
Skor 80 ke atas = A =
Tidak ada
-
Skor 67 s.d 79,5 = B =
6 Orang
-
Skor 54 s.d 66,5 = C =
10 Orang
-
Skor 34 s.d 53,5 = D =
4 orang
-
Skor di bawah 34 = TL =
Tidak ada
Dengan cara
penjabaran seperti di atas, ternyata hasilnya lebih baik dalam arti banyak yang
lulus meskipun hanya memperoleh nilai D. Hal ini dimungkinkan karena dalam
penjabaran tersebut kita menggunakan seluruh range dari kurva normal,
yaitu dari -3 DS s.d. +3 DS.
b.
Mengolah Skor Mentah
Menjadi Nilai Huruf dengan Batas Lulus = Mean
Misalkan seorang
guru memperoleh skor dari hasil ujian semester dari 50 siswa sebagai berikut:[20]
97
|
93
|
92
|
90
|
87
|
86
|
86
|
83
|
81
|
80
|
80
|
78
|
76
|
76
|
75
|
74
|
73
|
72
|
72
|
71
|
69
|
67
|
67
|
67
|
64
|
63
|
63
|
62
|
62
|
60
|
58
|
57
|
57
|
56
|
56
|
54
|
52
|
50
|
47
|
45
|
43
|
39
|
36
|
36
|
32
|
29
|
27
|
26
|
20
|
16
|
Skor mentah ini
akan kita olah menjadi nilai huruf A, B, C, D, dan TL. Untuk mencari mean dan
DS kita susun skor mentah tersebut ke dalam tabel frekuensi, kita cari dulu range
untuk menentukan besarnya interval dan kelas interval.
Range = 97 – 16
= 81
Kelas interval =
+ 1 =
+ 1 = 9
Jadi, dengan menentukan besarnya
interval = 10, kita peroleh kelas interval = 9.
Tabel Distribusi
Frekuensi
Kelas
|
Interval
|
f
|
d
|
fd
|
||
1
|
96 – 105
|
1
|
+4
|
+4
|
16
|
|
2
|
86 – 95
|
6
|
+3
|
+18
|
54
|
|
3
|
76 - 85
|
7
|
+2
|
+14
|
28
|
|
4
|
66 - 75
|
10
|
+1
|
+10
|
10
|
|
5
|
56 - 65
|
11
|
0
|
0
|
0
|
|
6
|
46 - 55
|
4
|
-1
|
-4
|
4
|
|
7
|
36 - 45
|
5
|
-2
|
-10
|
20
|
|
8
|
26 - 35
|
3
|
-3
|
-9
|
27
|
|
9
|
16 - 25
|
3
|
-4
|
-12
|
48
|
|
50 (N)
|
+11 (
)
|
207 (
)
|
||||
Dari tabel ini, kita cari mean dengan
rumus:
M = M’ + i (
)
M =
mean sebenarnya yang akan dicari
M’ =
mean dugaan dalam tabel itu
=
=
= 60,5
i =
inteval = 10
= jumlah dari kolom fd = +11
Dengan rumus tersebut di
atas maka:
Mean (M) = 60,5 + 10 (
) = 60,5 +
=
60,5 + 2,2 = 62,7, dibulatkan menjadi 63
Cara mencari
deviasi standar (DS) ialah dnegan rumus:
DS = i
Dari tabel di atas kita dapat menghitung DS sebagai berikut:
DS = 10
= 10
= 10
= 10 x 1,9 = 19
Selanjutnya jika kita akan mengubah skor mentah yang diperoleh menjadi
nilai huruf A, B, C, D, dan TL dengan batas lulus = mean. Caranya adalah
sebagai berikut:
Telah ditentukan bahwa batas lulus = mean = 63. Jadi, skor mentah
dari 63 ke atas kita bagi menjadi nilai huruf A, B, C, D dan skor di bawah 63
dinyatakan TL. Perhatikan gambar berikut:
-2
|
-1
|
0
|
+1
|
+2
|
+3
|
D
|
C
|
B
|
A
|
TL
|
-3
|
M
|
2,25
|
1,5
|
0,75
|
- Batas
bawah D atau batas lulus = mean = 63
- Skor di
bawah 63 = TL
- Batas
atas D = M + 1 SUD = M + 0,75 DS
= 63 + 14,25 = 77 (dibulatkan)
- Batas
atas C = M + 2 SUD = M + 1,5 DS
= 63 + 28,5 = 92 (dibulatkan)
- Batas
atas B = M + 3 SUD = M + 2,25 DS
= 63 + 42,75 = 106 (dibulatkan)
- Skor di
atas 106 = A
Dengan perhitungan tersebut,
maka hasil kelulusan dari 50 siswa adalah sebagai berikut:
Yang tidak lulus (TL), skor di bawah 63 = 23 orang
Yang mendapat nilai D, skor 63 – 77 = 15 orang
Yang mendapat nilai C, skor 78 – 92 = 10 orang
Yang mendapat nilai B, skor 93 – 106 = 2 orang
Yang mendapat nilai A, akor
di atas 106 = tidak ada
Jika dibandingkan dengan cara penjabaran terdahulu, maka cara yang
terakhir ini ternyata lebih mahal. Dari 50 orang siswa yang ujian, ternyata
sebanyak 23 orang tidak lulus (hampir 50%).
c.
Mengolah Skor Mentah
Menjadi Nilai Huruf dengan Menggunakan Mean Ideal dan DS Ideal
Misalkan jika skor
maksimum ideal dari tes yang diberikan kepada 50 siswa tersebut = 120, maka:
mean ideal = ½ x skor maksimum ideal
= 60
DS ideal vdari tes tersebut =
x 60 = 20
Dengan cara menjabarkan yang telah diuraikan sebelumnya, yakni dengan
ketentuan batas lulus = mean, dan dengan demikian, 1 SUD = 0,75 DS, kita
peroleh perhitungan sebagai berikut:
-
Batas bawah D atau batas
lulus = mean = 60
-
Skor di bawah 60 = TL
- Batas
atas D = M + 1 SUD = M + 0,75 DS
= 60 + (0,75 x 20) = 60 + 15 = 75
- Batas
atas C = M + 2 SUD = M + 1,5 DS
= 60 + (1,5 x 20) = 60 + 30 = 90
- Batas
atas B = M + 3 SUD = M + 2,25 DS
= 60 + (2,25 x 20) = 60 + 45 = 105
- Skor di
atas 105 = A
Dengan perhitungan
tersebut, maka hasil kelulusan dari 50 siswa adalah:
Yang tidak lulus (TL), skor di bawah 60 = 20 orang
Yang mendapat nilai D, skor 60 - 75 = 16 orang
Yang mendapat nilai C, skor 76 - 90 = 11 orang
Yang mendapat nilai B, skor 91 – 105 = 3 orang
Yang mendapat nilai A, akor di atas 105 = tidak ada
Jika dibandingkan dengan
hasil perhitungan sebelumnya, ternyata hasil kelulusan berimbang atau hampir
sama. Yang tidak lulus hanya selisih 3 orang, yang kedua-duanya tidak ada yang
memperoleh nilai A. Hal ini antara lain adalah karena skor maksimum ideal dari
tes yang diolah adalah 120, sedangkan nilai maksimum aktual (nilai tertinggi
dari kelompok yang dites) adalah 97, yang berarti masih jauh di bawah nilai
maksimum ideal 120. Akan tetapi, jika nilai maksimum ideal dari tees itu 100
misalnya, maka mean ideal
= 50 dan DS ideal
= 16,7, dibulatkan menjadi 17. Dengan demikian, mungkin ada
beberapa orang yang memperoleh nilai A, dan yang tidak lulus pun jumlahnya
berkurang.[21]
2.
Mengolah Skor Mentah
Menjadi Nilai 1 – 10
Umpamakan seorang
guru memperoleh skor mentah dari hasil ulangan sejarah di kelas III SMP yang
berjumlah 50 orang siswa sebagai berikut:
16
|
64
|
87
|
36
|
65
|
42
|
43
|
54
|
47
|
51
|
77
|
55
|
68
|
42
|
40
|
47
|
42
|
46
|
45
|
50
|
20
|
57
|
28
|
7
|
44
|
51
|
40
|
39
|
39
|
57
|
28
|
39
|
21
|
48
|
46
|
37
|
41
|
43
|
49
|
71
|
29
|
44
|
34
|
50
|
45
|
35
|
44
|
52
|
56
|
45
|
Untuk mengolah skor
mentah di atas menjadi nilai 1-10, kita perlu mencari mean (angka
rata-rata) dan DS. Untuk itu skor mentah tersebut kita susun ke dalam tabel
distribusi frekuensi. Langkah-langkah menyusunnya adalah sebagai berikut:
a.
Kita tentukan dulu
banyaknya kelas interval dengan jalan:
-
Mencari range (R),
dengan mengurangi skor maksimum dengan skor minimum (range = selisih
antara skor maksimum dan skor minimum)
-
Bagilah range ke
dalam interval-interval yang sama sedemikian rupa sehingga jumlah kelas
interval antara 6 – 15 atau 11 – 19.
Rumus untuk mencari kelas interval:
+1
b.
Mengisi kolom 2 (kolom
interval) di dalam tabel yang telah tersedia. Mulailah dari skor minimum
berturut-turut dengan interval yang telah ditemukan dan sejumlah kelas yang
telah ditentukan pada langkah pertama
c.
Membuat tally pada
kolom 3 (menabulasikan tiap-tiap skor ke dalam kelasnya).
d.
Mengisi angka (jumlah) tally
ke dalam kolom 4 (f)
e.
Menentukan deviasi pada
lajur d dengan menetapkan letak mean dugaan (M’) dengan angka nol pada
kelas tertentu. Untuk menduga letak nol tersebut dapat kita pilih kelas yang
mengandung frekuensi yang paling tinggi. Selanjutnya kita letakkan angka-angka
deviasi itu dari nol ke atas dan ke bawah. Angka-angka di atas nol kita beri
tanda + (plus) dan angka-angka di bawah nol diberi tanda – (minus)
f.
Mengisi lajur fd dengan
mengalikan angka-angka pada lajur f dan d. Kemudian hasilnya dijumlahkan pada
bagian bawah dari tabel (= fd). Sampai pada kolom 6 (fd) kita telah dapat
menghitung besarnya mean yang sebenarnya dari tabel tersebut. Akan
tetapi, karena kita masih memerlukan mencari DS (deviasi standar), kita perlu
menambah satu kolom lagi untuk mencari
.
g.
Mengisi lajur
, kemudian
dijumlahkan pula pada bagian bawah dari tabel sehingga kita peroleh
yang diperlukan dalam rumus untuk mencari DS.
Dari skor mentah hasil ulangan tersebut,
kita dapat menyusun tabel distribusi frekuensi seperti berikut:
Skor maksimum = 87
Skor minimum =
7
Range =
87 – 7 = 80
Banyaknya kelas interval:
+ 1 =
+ 1 = 11
Jadi, interval (i) = 8, kelas
interval = 11
Tabel Distribusi
Frekuensi
Kelas
|
Interval
|
Tally
|
f
|
d
|
fd
|
||
1
|
87 - 94
|
I
|
1
|
+6
|
6
|
36
|
|
2
|
79 - 86
|
0
|
+5
|
0
|
0
|
||
3
|
71 - 78
|
II
|
2
|
+4
|
8
|
32
|
|
4
|
63 - 70
|
III
|
3
|
+3
|
9
|
27
|
|
5
|
55 - 62
|
IIII
|
4
|
+2
|
8
|
16
|
|
6
|
47 - 54
|
IIII IIII I
|
11
|
+1
|
11
|
11
|
|
7
|
39 - 46
|
IIII IIII IIII
III
|
18
|
0
|
0
|
0
|
|
8
|
31 - 38
|
IIII
|
4
|
-1
|
-4
|
4
|
|
9
|
23 - 30
|
III
|
3
|
-2
|
-6
|
12
|
|
10
|
15 - 22
|
III
|
3
|
-4
|
-9
|
27
|
|
11
|
7 - 14
|
I
|
1
|
-4
|
-4
|
16
|
|
N = 50
|
+19 (
)
|
181 (
)
|
|||||
Sekarang kita cari angka rata-rata (mean)
dari tabel di atas:
Rumus mean M = M’ + i (
)
Dengan melihat pada tabel distribusi
frekuensi maka:
M = 42,5 + 8 (
) = 42,5 + 3,04 = 45,54
Mean dugaan
(M’) sebesar 42,5 adalah nilai titik tengah dari kelas interval 39 – 46, yaitu
kelas interval yang kita duga sebagai tempat letaknya mean. Cara
menghitung:
M’ =
=
= 42,5
Dari tabel itu, sekarang kita mencai DS.
Rumusnya: DS
= i
Dengan menggunakan rumus tersebut maka:
DS = 8
=
8
=
8
=
8 x 1,89 = 15,12 dibulatkan = 15
Setelah kita temukan
besarnya mean dan DS, (mean = 45,54 dan DS = 15), langkah
selanjutnya ialah menjabarkan skor mentah yang kita peroleh ke dalam nilai 1 –
10 dengan menggunakan rumus penjabaran sebagai berikut:
M - 0,25 DS =
5
M - 0,75 DS =
4
M - 1,25 DS =
3
M - 1,75 DS =
2
M - 2,25 DS =
1
|
M + 2,25 DS = 10
M + 1,75 DS = 9
M + 1,25 DS = 8
M + 0,75 DS = 7
M + 0,25 DS = 6
Penjabarannya
79 ke atas =
10
72 s.d. 78 =
9
64 s.d. 71 =
8
57 s.d. 63 =
7
49 s.d. 56 =
6
42 s.d. 48 =
5
|
Hasil Perhitungan
45,54 + (2,25 x 15) =
79,29 dibulatkan = 79
45,54 + (1,75 x 15) =
71,79 dibulatkan = 72
45,54 + (1,25 x 15) =
64,29 dibulatkan = 64
45,54 + (0,75 x 15) =
56.79 dibulatkan = 57
45,54 + (0,25 x 15) =
49,29 dibulatkan = 49
45,54 - (0,25 x 15) =
41,79 dibulatkan = 42
34 s.d. 41 =
4
27 s.d. 33 =
3
19 s.d. 26 =
2
12 s.d. 18 =
1
11 ke bawah =
0
|
45,54 - (1,25 x 15) =
26,79 dibulatkan = 27
45,54 - (1,75 x 15) =
19,29 dibulatkan = 19
45,54 - (2,25 x 15) =
11,79 dibulatkan = 12
Kebaikan sistem
penskoran seperti ini ialah bahwa nilai-nilai yang diperoleh siswa benar-benar
mencerminkan kapasitas kelompok (disesuaikan dengan kondisi atau tingkat
kepandaian kelompok yang bersangkutan).
Akan tetapi,
kelemahannya ialah bahwa nilai-nilai yang diperoleh sistem tersebut belum
mencerminkan sampai dimana pencapaian scope bahan pelajaran yang
diteskan. Oleh karena itu, untuk mengurangi kelemahan ini kita juga melakukan
sistem penskoran dengan menggunakan mean ideal dan DS ideal.
Caranya adalah sebagai berikut:
Misalkan tes yang dipergunakan
untuk ulangan sejarah di atas memiliki skor maksimum ideal = 100.
Mean ideal =
=
=
50
DS ideal =
=
=
16,6
Dengan menggunakan rumus
penjabaran tersebut, maka:
50 + (2,25 x 16,6) = 87,35 dibulatkan = 87 ®
10
50 + (1,75 x 16,6) = 79,05 dibulatkan = 79 ®
9
50 + (1,25 x 16,6) = 70,75 dibulatkan = 71 ®
8
50 + (0,75 x 16,6) = 62,45 dibulatkan = 62 ®
7
50 + (0,25 x 16,6) = 54,15 dibulatkan = 54®
6
50 - (0,25 x 16,6) = 45,85 dibulatkan = 46 ®
5
50 - (0,75 x 16,6) = 37,55 dibulatkan = 38 ®
4
50 - (1,25 x 16,6) = 29,25 dibulatkan = 29 ®
3
50 - (1,75 x 16,6) = 20,95 dibulatkan = 21 ®
2
50 - (2,25 x 16,6) = 12,65 dibulatkan = 13 ®
1
Dengan
menggunakan mean ideal dan DS ideal, ternyata hasilnya berlainan. Siswa yang
mendapat nilai 10 adalah siswa yang memperoleh skor mentah 87 ke atas, dan
bukan 79 ke atas seperti hasil perhitungan menggunakan mean dan DS aktual. Juga
yang mendapat nilai 6 adalah siswa yang memperoleh skor mentah 54 s.d. 61,
bukan 49 s.d. 56.[22]
3.
Mengolah Skor Mentah
Menjadi Nilai dengan Persen
Yakni besarnya nilai yang diperoleh siswa
merupakan persentase dari skor maksimum ideal yang seharusnya dicapai jika tes
tersebut dikerjaan dengan hasil 100% betul.
Rumus penilaian adalah sebagai
berikut: NP =
Keterangan:
MP = nilai persen
yang dicari atau diharapkan
R = skor mentah
yang diperoleh siswa
SM = skor maksimum
ideal dari tes yang bersangkutan
100 = bilangan
tetap
Beberapa contoh sebagai penjelasan:
- Siswa A
memperoleh skor 64 dari tes matematika yang memiliki skor maksimum ideal = 80
Maka nilai A yang sebenarnya adalah
x 100 = 80
- Siswa B
memperoleh skor 64 dari tes bahasa indonesia yang memiliki skor maksimum ideal
= 100. Maka nilai B = 64
Cara menilai dengan persen
sering dilakukan oleh guru-guru, hal ini karena dianggap lebih mudah dan
praktis.[23]
4.
Mengolah Skor Mentah
Menjadi Skor Standar z
Yang dimaksud
dengan skor z adalah skor yang penjabarannya didasarkan atas unit deviasi standar
dari mean. Dalam hal ini mean dinyatakan = 0 (nol). Oleh karena itu, dnegan
penjabaran skor-skor mentah menjadi skor standar z kita dapat melihat bagaimana
kedudukan skor tersebut dibandingkan dengan rata-rata skor kelompoknya.
Misalkan hasil tes umar sebagai berikut:
Bahasa Indonesia = 65
Matematika = 55
IPS =
70
Dengan melihat
sepintas, kita beranggapan bahwa Umar cukup dalam Bahasa Indonesia, kurang
dalam Matematika, dan cukup baik dalam IPS. Untuk mengetahui kecakapan Umar
sebenarnya dibandingkan dengan teman-teman sekelasnya, kita perlu mengetahui
besarnya mean dan DS dari tiap mata pelajaran, misalkan sebagai berikut:
Mata Pelajaran
|
Skor
|
Mean
|
DS
|
Bahasa Indonesia
|
65
|
60
|
4.0
|
Matematika
|
55
|
45
|
4.0
|
IPS
|
70
|
75
|
5.0
|
Dengan
membandingkan skor yang dicapai Umar dengan mean nya masing-masing,
sepintas kita lihat bahwa Umar bukan sangat pandai dalam IPS, malah ia lebih
baik dalam matematika dan bahasa indonesia. Dengan menggunakan mean dan
DS itu kita dapat mengubah skor-skor yang diperoleh Umar menjadi skor z.
Rumusnya: Skor z =
Dengan menggunakan rumus tersebut, kita dapat mengubah skor
yang dicapai Umar ke dalam skor z sebagai berikut:
Bahasan Indonesia =
=
= +1,25
Matematika =
=
= +2,5
IPS =
=
= - 1,0
Melihat hasil skor z di atas
kita dapat mengetahui bahwa Umar dalam bahasa indonesia adalah 1,25 DS di atas mean,
untuk matematika 2,5 DS di atas mean, sedangkan untuk IPS 1,0 DS di
bawah mean.[24]
5.
Mengolah Skor Mentah
Menjadi Skor Standar T
Yang dimaksud
dengan skor T ialah angka skala yang menggunakan dasar mean = 50 dan
jarak tiap deviasi standar (DS) = 10. Di dalam range -3 DS sampai dengan
+3 DS, T tersebar dari 20 s.d. 80, tanpa bilangan –bilangan minus.
Suatu panitia ujian
sekolah misalnya, dapat menentukan “batas lulus” dari berbagai mata pelajaran
dengan kedudukan nilai skor yang sama setelah setiap skor dari mata pelajaran
tersebut dijabarkan ke dalam skor T.
Rumusnya: Skor T = (
) 10 + 50 atau
Skor
T = 10 Z + 50
Jika skor-skor yang
diperoleh Umar tadi kita jabarkan ke dalam skor T, akan kita peroleh sebagai
berikut:
Bahasa Indonesia = (
) x 10 + 50 = (+1,25) x 10 + 50 = 62,5
Matematika = (
) x 10 + 50 = (+2,5) x 10 + 50 = 75,0
IPS =
(
) x 10 + 50 = (-1,0) x 10 + 50 = 40,0
Dengan melihat
hasil penjabaran ke dalam skor T di atas, secara cepat kita dapat mengatakan
bahwa Umar memiliki prestasi yang cukup baik dalam matematika dibandingkan
dengan teman sekelompoknya, dan kurang baik prestasinya dalam IPS.[25]
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Nilai pada dasarnya melambangkan penghargaan yang diberikan oleh tester
kepada testee atas jawaban betul yang diberikan oleh testee dalam tes hasil
belajar. Artinya makin banyak jumlah butir soal dapat dijawab dengan betul,
maka penghargaan yang diberikan oleh tester kepada testee akan semakin tinggi.
sebaliknya, jika jumlah butir item yang dapat dijawab dengan betul itu hanya
sedikit, maka penghargaan yang diberikan kepada testee juga kecil atau rendah.
Tes hasil belajar dapat
diselenggarakan secara tertulis (tes tertulis),
secara lisan (tes lisan) dan dengan tes perbuatan. Adanya perbedaan
pelaksanaan tes hasil belajar tersebut menuntut adanya perbedaan dalam
pemeriksaan, pemberian skor, dan pengolahan hasil-hasilnya.
Teknik pengolahan hasil
tes hasil belajar dapat dilakukan dengan beberapa cara, yakni: mengolah skor
mentah menjadi nilai huruf, mengolah skor mentah menjadi nilai 1 – 10, mengolah
skor mentah menjadi nilai dengan persen, mengolah skor mentah menjadi skor standar
z, dan mengolah skor mentah menjadi skor standar T.
[1]Anas
Sudijono, Pengantar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: Rajawali Pers, 2009),
h. 289.
[2]Ibid.,
h. 290-292.
[3]Ibid.,
h. 292-295.
[4]Mushtar
Buchori, Teknik-teknik Evaluasi dalam Pendidikan (Bandung: Jemmars,
1990), h. 220.
[5]Anas
Sudijono, Pengantar, h. 297-298.
[6]Ibid.,
h. 298-299.
[7]Ngalim
Purwanto, Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran (Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 1994), h. 70.
[8]Zainal
Arifin, Evaluasi Pembelajaran (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2009), h.
225-226.
[9]Ibid.,
h. 228.
[10]Ibid.,
228-229.
[11]Suharsimi
Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Jakarta: BT Bumi Aksara,
2009), h. 229-230.
[12]Ibid.,
h. 230-232.
[13]Ibid.,
h. 234-235.
[14]Anas
Sudijono, Pengantar, h. 309.
[15]Anas
Sudijono, Pengantar, h. 311.
[16]Ngalim
Purwanto, Prinsip-prinsip, h. 76.
[17]Ibid.,
h. 77.
[18]Ibid.,
h. 88.
[19]Ibid.,
h. 89-92.
[20]Ibid.,
h. 92-95.
[21]Ibid.,
h. 95-96.
[22]Ibid.,
h. 97-101.
[23]Ibid.,
h. 102.
[24]Ibid.,
h. 103-104.
[25]Ibid.,
h. 106.
2 komentar:
assalamualaikum minta tolong adaaplikasi analisis pilihan ganda danisai
kami ada masalah dari penilaian hasil tes komputer untuk seleksi perangkat desa,di sana di katakan bahwa tes tersebut bobot nilai tertinggi adalah 80.tapi panitia pada seorang peserta memberikan nilai 96 dengan dalih 80/80x100=.....yang jadi pertanyaan saya apakah sama bobot nilai dengan nilai prosentase
Posting Komentar