1.
Jelaskan dengan
contoh pembelajaran aktif dan bermakna serta uraikan hubungannya dengan
pembelajaran kontekstual!
Jawab.
Penjelasan
Pembelajaran
aktif (active learning) merupakan salah satu pembelajaran yang melibatkan siswa
dalam melakukan sesuatu dan berfikir tentang apa yang mereka lakukan
dimaksudkan untuk mengoptimalkan penggunaan semua potensi yang dimiliki oleh
siswa. Pembelajaran aktif (active learning) dimaksudkan untuk menjaga perhatian
siswa agar tetap tertuju pada proses pembelajaran.
dalam
pembelajaran aktif siswa tidak hanya mendengarkan penjelasan guru tetapi siswa
melihat, mendengar, bertanya dengan guru atau teman, berdiskusi dengan teman,
melakukan, dan mengajarkan pada siswa lainnya sehingga mereka menguasai materi
pembelajaran. Di dalam pembelajaran aktif siswa mendapatkan tantangan-tantangan
yang mengharuskan kerja keras karena harus lebih aktif dan mandiri untuk
mengugkapkan, menjelaskan, dan bertanya tentang materi pelajaran yang
diajarkan.
Ada beberapa prinsip belajar yang dapat menunjang
tumbuhnya Cara Belajar Siswa Aktif, yaitu:
a.
Stimulus Belajar
Stimulus tersebut dapat berbentuk
verbal atau bahasa, visual, taktik, danlain-lain. Stimulus hendaknya
benar-benar mengkomunikasikan informasi atau pesan yang hendak disampaikan oleh
guru kepada siswa.
b. Perhatian
dan Motivasi
Perhatian dan motivasi merupakan prasyarat utama dalam
proses belajar-mengajar.
c. Respons
yang dipelajari
Dalam proses belajar mengajar banyak
kegiatan belajar siswa yang dapat di tempuh melalui respons fisik (motorik)
disamping respons intelektual.
d. Penguatan
pemakaian dan Pemindahan
Penguat belajar
ada dua yaitu di dalam dan diluar dirinya sendiri, sedangkan siswa dihadapkan
kepada situasi barumyang menuntut pemecahan melalui informasi yang telah
dimilikinya.[1]
Menurut Bonwell (1995), pembelajaran aktif memiliki
karakteristik-karakteristik sebagai berikut:
a) Penekanan
proses pembelajaran bukan pada penyampaian informasi oleh pengajar melainkan
pada pengembangan ketrampilan pemikiran analitis dan kritis terhadap topik atau
permasalahan yang dibahas,
b) Mahasiswa
tidak hanya mendengarkan kuliah secara pasif tetapi mengerjakan sesuatu yang
berkaitan dengan materi kuliah,
c) Penekanan
pada eksplorasi nilai-nilai dan sikap-sikap berkenaan dengan materi kuliah,
d) Mahasiswa
lebih banyak dituntut untuk berpikir kritis, menganalisa dan melakukan
evaluasi, dan
e) Umpan-balik
yang lebih cepat akan terjadi pada proses pembelajaran.
Keberhasilan pencapaian kompetensi suatu mata pelajaran tidak
hanya dipengaruhi oleh guru dan peserta didik yang aktif, tetapi juga bahan
ajar yang akan dipelajari. Menurut Ausubel bahan subjek yang dipelajari
siswa mestilah “bermakna” (meaningfull). Pembelajaran bermakna merupakan suatu
proses mengaitkan informasi baru pada konsep-konsep relevan yang terdapat dalam
struktur kognitif seseorang. Struktur kognitif ialah fakta-fakta,
konsep-konsep, dan generalisasi-generalisasi yang telah dipelajari dan diingat
siswa.
Pembelajaran bermakna adalah suatu proses pembelajaran di
mana informasi baru dihubungkan dengan struktur pengertian yang sudah dimiliki
seseorang yang sedang melalui pembelajaran. Pembelajaran bermakna terjadi
apabila siswa boleh menghubungkan fenomena baru ke dalam struktur pengetahuan
mereka.
Ratna (2001) menyatakan bilamana siswa mempelajari
sesuatu yang berarti pada kondisi terbaiknya dapat dikatakan bahwa siswa
belajar materi pelajaran yang bermakna dalam kehidupannya. Akan tambah
pengalamannya jika siswa belajar meteri pelajaran yang disajikan melalui
konteks kehidupan mereka dan menemukan arti dalam proses pembelajaran, proses
belajar mengajar tersebut akan menjadi lebih berarti dan menyenangkan.
Langkah-langkah yang biasanya dilakukan untuk
menerapkan belajar bermakna Ausebel sebagai berikut:
a.
Advance Organizer (Handout)
Penyampaian awal tentang materi yang
akan dipelajari siswa diharapkan siswa secara mental akan siap untuk menerima
materi kalau mereka mengatahui sebelumnya apa yang akan disampaikan guru.
b.
Progressive Differensial
Materi pelajaran yang disampaikan
guru hendaknya bertahap. Diawali dengan hal-hal atau konsep yang umum, kemudian
dilanjutkan ke hal-hal yang khusus, disertai dengan contoh-contoh.
c.
Integrative Reconciliation
Penjelasan yang diberikan oleh guru
tentang kesamaan dan perbedaan konsep-konsep yang telah mereka ketahui dengan
konsep yang baru saja dipelajari.
d.
Consolidation
Pemantapan materi dalam bentuk
menghadirkan lebih banyak contoh atau latihan sehingga siswa bisa lebih paham
dan selanjutnya siap menerima materi baru.
Kemudian Suparno (1997) juga mengatakan, Pembelajaran
bermakna terjadi bila siswa mencoba menghubungkan fenomena baru ke dalam
struktur pengetahuan mereka. Artinya, bahan pelajaran itu harus cocok dengan
kemampuan siswa dan harus relevan dengan struktur kognitif yang dimiliki siswa.
Oleh karena itu, pelajaran harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah
dimilki siswa, sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap
olehnya. Dengan demikian, faktor intelektual emosional siswa terlibat dalam
kegiatan pembelajaran.
Langkah-langkah kegiatan yang mengarah pada timbulnya
pembelajaran bermakna adalah sebagai berikut:
·
Orientasi mengajar tidak hanya pada
segi pencapaian prestasi akademik, melainkan juga diarahkan untuk mengembangkan
sikap dan minat belajar serta potensi dasar siswa.
·
Topik-topik yang dipilih dan
dipelajari didasarkan pada pengalaman anak yang relevan.
·
Metode mengajar yang digunakan harus
membuat anak terlibat dalam suatu aktivitas langsung dan bersifat bermain yang
menyenangkan.
·
Dalam proses belajar perlu
diprioritaskan kesempatan anak untuk bermain dan bekerjasama dengan orang lain.
·
Bahan pelajaran yang digunakan
hendaknya bahan yang konkret
·
Dalam menilai hasil belajar siswa,
para guru tidak hanya menekankan aspek kognitif dengan menggunakan tes tulis,
tetapi harus mencakup semua domain perilaku anak yang relevan dengan melibatkan
sejumlah alat penilaian.
Pembelajaran bermakna bisa terjadi jika relevan dengan
kebutuhan peserta didik, disertai motivasi instrinsik dan kurikulum yang tidak
kaku. Kejadian belajar bermakna didorong oleh hasrat dan intensitas keingintahuan
peserta didik tentang bidang studi tertentu.
Dalam metode pembelajaran aktif dan bermakna, setiap
materi yang baru harus dikaitkan dengan berbagai pengetahuan dan pengalaman
yang ada sebelumnya, sehingga pembelajaran dimulai dengan hal-hal yang sudah
dikenal dan dipahami peserta didik, kemudian guru menambahkan unsur-unsur
pembelajaran dan kompetensi baru yang disesuaikan dengan pengetahuan dan
kompetensi yang telah dimiliki peserta didik (Mulyasa, 2006:197).
Hubungan
Pembelajaran aktif bemakna juga sangat erat kaitannnya
dengan pembelajaran kontekstual, dimana pembelajaran aktif bermakna adalah
merupakan salah satu dari enam kunci dasar belajar dan mengajar kontekstual,
yaitu sebagai berikut:
a.
Pembelajaran bermakna: pemahaman,
relevansi, dan penilaian pribadi dimana seorang siswa berkepentingan dengan isi
materi pelajaran yang harus dipelajarinya. Pembelajaran dirasakan terkait
dengan kehidupan nyata atau dengan kata lain siswa mengerti manfaat isi
pembelajaran, sehigga merasa berkepentingan untuk belajar demi kehidupan di
masa mendatang. Prinsip ini sejalan dengan konsep pembelajaran bermakna
(meaningful learning) dari ausuble. Dimana arti meaningful learning adalah
dapat mentransfer dalam kehidupan siswa kini dan kelak.
b.
Penerapan mengetahuan: kemampuan
untuk memahami apa yang dipelajari dan diterapkan dalam tatanan kehidupan dan
berguna di masa sekarang atau di masa depan.
c.
Berfikir tingkat tinggi: siswa
diwajibkan untuk memanfaatkan berfikir kritis dan berfikir kreatifnya dalam
mengumpulkan data, pemahaman data, pemahaman isu, pemecahan masalah dan mampu
menjawab pertanyaan “mengapa” dan “bagaimana”.
d.
Kurikulum yang dikembangkan
berdasarkan standar isi pembelajaran dikaitkan dengan standar lokal, provinsi,
nasional, perkembangan, ilmu pengetahuan dan teknologi serta dunia kerja.
e.
Responsif terhadap budaya: guru
harus memahami dan menghargai nilai, kepercayaan, dan kebiasaan siswa, karena
pendidikan, masyarakat tempat ia mendidik.
f.
Penilaian autentik: penggunaan
berbagai strategi penilaian (misalnya penilaian proyek, unjuk kinerja siswa,
portofolio rubrik, daftar cek, pedoman obsevasi dan sebagainya) akan
merefleksikan hasil belajar yang sesungguhnya.
pembelajaran kontekstual (CTL) merupakan konsep
belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan
situasi dunia nyata siswa, dan mendorong siswa membuat hubungan antara
pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari-hari
sebagai anggota keluarga dan masyarakat. Bertolak dari pengertian tersebut
jelas memberikan gambaran pada kita bahwa dalam pembelajaran kontekstual ini
Proses Belajar Mengajar (PBM) akan lebih konkret, realistis, lebih actual,
lebih menyenangkan dan lebih bermakna.
Hubungan antara pembelajaran aktif bermakna dan
kontekstual juga dapat dilihat dari pendekatan yang digunakan dan
karakteristiknya. Pendekatan konstekstual berlatar belakang bahwa siswa belajar
lebih bermakna dengan melalui kegiatan mengalami sendiri dalam lingkungan
alamiah, tidak hanya sekedar mengetahui, mengingat, dan memahami. Pembelajaran
tidak hanya berorientasi pada target penguasaan materi, yang akan gagal dalam
membekali siswa untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya.
Dengan demikian proses pembelajaran lebih diutamakan
daripada hasil belajar, sehingga guru dituntut untuk merencanakan strategi
pembelajaran yang variatif dengan prinsip membelajarkan memberdayakan siswa,
bukan mengajar siswa.
Pembelajaran kontekstual memiliki beberapa
karakteristik (Johnson, 2002) diantaranya sebagai berikut: (1) melakukan
hubungan yang bermakna, (2) melakukan kegiatan-kegiatan yang signifikan, (3)
belajar yang diatur sendiri, (4) bekerja sama, (5) berpikir kritis dan kreatif,
(6) mengasuh dan memelihara pribadi siswa, (7) mencapai standar yang tinggi,
dan (8) menggunakan penilaian autentik.
Jadi pada dasarnya karakteristik pembelajaran
kontekstual menekanan pada pembelajaran yang bermakna, bukan hanya sekedar
menghafal melainkan mengalami dan berbuat serta mampu bekerja sama untuk
memecahkan dan memperoleh informasi baru berupa pengetahuan dan guru bukan
satu-satunya sumber belajar serta menggunakan berbagai strategi penilaian bukan
hanya tes saja.
Tujuan utama pembelajaran kontekstual adalah untuk
meningkatkan prestasi belajar siswa melalui peningkatan pemahaman makna materi
pelajaran yang dipelajarinya dengan mengaitkan antara materi yang dipelajari
dengan konteks kehidupan mereka sehari-hari sebagai individu, anggota keluarga,
anggota masyarakat dan anggota bangsa.
Untuk mencapai tujuan tersebut tentunya diperlukan guru-guru
yang berwawasan CTL, materi pembelajaran yang bermakna bagi siswa, strategi,
metode dan teknik belajar mengajar yang mampu mengaktifkan semangat belajar
siswa, media pendidikan yang bernuansa CTL, suasana dan iklim sekolah yang juga
bernuansa CTL sehingga situasi kehidupan sekolah dapat seperti kehidupan nyata
di lingkungan siswa.
Contoh
Dewasa ini pengetahuan yang diterima secara pasif
membuat mata pelajaran matematika tidak bermakna bagi siswa. Paradigma mengajar
seperti ini harus segera ditinggalkan di dalam kelas. Sudah saatnya paradigma mengajar
diganti dengan paradigma belajar ketika berada dalam kelas. Hal ini
sejalan dengan teori konstruktivisme.
Dalam teori konstruktivisme, siswa tidak lagi sebagai
obyek tetapi siswa diposisikan sebagai subyek. Pengetahuan bukan lagi sebagai
sesuatu yang sudah jadi, melainkan suatu proses yang harus diteliti,
dipikirkan, dan dikonstruksi oleh siswa. Dengan demikian siswa sendirilah
yang akan aktif belajar.
Hal ini menjadikan siswa harus aktif menemukan sendiri
pengetahuan yang ingin mereka miliki. Maka disini tugas guru tidak lagi sebagai
mentransfer ilmu kepada siswa, melainkan bagaimana menciptakan suasana belajar
dan merencanakan kegiatan pembelajaran yang memungkinkan siswa aktif
mengkonstruksi pengetahuan untuk dimiliki oleh mereka sendiri. Sehingga
kegiatan pembelajaran akan lebih bermakna bagi siswa.
Kegiatan pembelajaran matematika di sekolah akan
berjalan efektif dan bermakna bagi siswa jika proses pembelajarannya
memperhatikan konteks siswa. Pengertian-pengertian dan pemahaman-pemahaman
yang dibawa siswa ketika memulai kegiatan belajar, perasaan, sikap, dan
nilai-nilai yang diyakini siswa juga merupakan konteks nyata. Konsekuensinya,
untuk mengubah pembelajaran matematika ke arah pendekatan konstruktivisme atau
realistisme, pembelajaran matematika harus direncanakan dan dilakukan
sedemikian rupa sehingga setiap siswa dengan konteks dan keunikannya
memdapatkan kesempatan untuk mengkonstruksi kembali pengetahuannya dengan
strategi sendiri.
Dalam proses pembelajaran matematika, siswa sering
kali mengalami kesulitan dalam aktivitas belajarnya. Oleh karena itu, guru
perlu memberikan bantuan dan dorongan kepada siswa dalam proses pembelajaran.
Pemberian bantuan itu memungkinkan siswa memecahkan masalah, melaksanakan tugas,
atau mencapai sasaran yang tidak mungkin diusahakan siswa sendiri. Bentuk
bantuan dan dorongan bisa berbagai macam, tetapi tujuannya untuk memastikan
agar siswa mencapai sasaran yang berada di luar jangkauan siswa. Bantuan dan
dorongan yang diberikan misalnya pemberian petunjuk kecil, pemberian model
prosedur penyelesaian tugas, pemberitahuan tentang kekeliruan dalam prosedur
penyelesaian, mengarahkan siswa pada informasi tertentu, menawarkan langkah
lain, dan usaha menjaga agar rasa frustasi siswa terhadap tugas tetap berada
pada tingkat yang masih dapat ditanggung siswa. Dorongan menjadi pertanda
interaksi sosial antara siswa dan guru yang mendahului terjadinya internalisasi
pengetahuan, keterampilan, dan disposisi, serta menjadi alat pembelajaran yang
dapat mengurangi keambiguan sehingga meningkatkan kesempatan siswa mengalami
perkembangan.
Contoh penerapan pembelajaran konstruktivisme
sehingga tercipta pembelajaran yang bermakna pada pelajaran matematika
misalnya, materi pelajaran matematika bukanlah pengetahuan yang terpisah-pisah
namun merupakan pengetahuan yang saling berkait antara pengetahuan yang satu
dengan pengetahuan lainnya. untuk dapat menguasai materi matematika, seorang
anak harus menguasai beberapa kemampuan dasar lebih dahulu. Hal ini dapat
dilakukan dengan cara: mengajukan pertanyaan yang dapat mendorong siswa
mengemukaan pengetahuan awalnya tentang konsep yang akan dibahas. Kemudian
untuk menambah pengetahuan siswa dapat dilakukan misalnya dengan membagi siswa
menjadi beberapa kelompok untuk menyelidiki dan menemukan konsep yang akan
dibahas dengan bantuan LKS. Hal ini akan menjadi motivasi bagi siswa untuk
menemukan pengetahuan baru dan siswa diberi kesempatan untuk melaporkan hasil
diskusi kelompok didepan kelas, kemudian guru memberi penguatan terhadap konsep
hasil temuan siswa tersebut.
Selain itu siswa diberi masalah- masalah yang
berkaitan dengan fenomena dilingkungannya yang harus dipecahkan. Hal ini dapat
menjadi tantangan bagi siswa untuk terus berkreasi dan menambah pengetahuan mereka
sehingga dapat tercapai tujuan pembelajaran itu sendiri yaitu menciptakan siswa
yang kreatif dan mandiri.
2.
Jelaskan substansi
kompetensi Bimbingan dan Penyuluhan dalam konteks profil tenaga pendidik!
Jawab.
Bimbingan adalah proses bantuan yang diberikan kepada
seseorang agar mampu mengembangkan potensi (bakat, minat, dan kemampuan) yang
dimiliki, mengenali dirinya sendiri, mengatasi persoalan-persoalan, sehingga
mereka dapat menentukan sendiri jalan hidupnya secara bertanggung jawab tanpa
bergantung pada orang lain.
Konseling adalah usaha yang dilakukan konselor untuk
membantu konseli/klien secara tatap muka dengan tujuan agar klien dapat
mengambil tanggung jawab sendiri terhadap berbagai persoalan atau masalah
khusus. Dengan kata lain, teratasinya masalah yang dihadapi oleh konseli/klien.
Dalam hubungannya dengan bimbingan, konseling merupakan salah satu jenis
layanan bimbingan yang sering dikatakan sebagai inti dari keseluruhan layanan
bimbingan.
Program pelayanan Bimbingan dan
Konseling di sekolah disusun berdasarkan kebutuhan peserta didik (need
assessment) yang diperoleh melalui aplikasi instrumentasi, dengan substansi
program pelayanan mencakup: (1) empat bidang, (2) jenis layanan dan kegiatan
pendukung, (3) format kegiatan, sasaran pelayanan (4) , dan (5) volume/beban
tugas konselor.
Dilihat dari jenisnya, program
Bimbingan dan Konseling terdiri 5 (lima) jenis program, yaitu:
a.
Program Tahunan, yaitu program
pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu tahun
untuk masing-masing kelas di sekolah/madrasah.
b.
Program Semesteran, yaitu program
pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu
semester yang merupakan jabaran program tahunan.
c.
Program Bulanan, yaitu program
pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu bulan
yang merupakan jabaran program semesteran.
d.
Program Mingguan, yaitu program
pelayanan Bimbingan dan Konseling meliputi seluruh kegiatan selama satu minggu
yang merupakan jabaran program bulanan.
e.
Program Harian,yaitu program
pelayanan Bimbingan dan Konseling yang dilaksanakan pada hari-hari tertentu
dalam satu minggu. Program harian merupakan jabaran dari program mingguan dalam
bentuk satuan layanan (SATLAN) dan atau satuan kegiatan pendukung (SATKUNG)
>Bimbingan dan Konseling.
Implementasi bimbingan dan
konseling di Sekolah/Madrasah diorientasikan kepada upaya memfasilitasi
perkembangan potensi konseli, yang meliputi aspek pribadi, sosial,
belajar, dan karir; atau terkait dengan pengembangan pribadi konseli sebagai
makhluk yang berdimensi biopsikososiospiritual (biologis, psikis,
sosial, dan spiritual).
Konselor atau guru BK
adalah tenaga pendidik profesional yang memiliki standar kualifikasi akademik
dan kompetensi konselor dengan keunikan konteks tugas dan ekspektasi kinerja.
Dalam rangka menyiapkan guru yang profesional, maka setelah calon guru
dinyatakan memiliki kompetensi akademik kependidikan
dan menguasai substansi dan/atau bidang studi yang diperoleh pada
jenjang S1, maka calon guru ataupun guru harus disiapkan untuk menjadi guru
profesional melalui suatu sistem Pendidikan Profesi Guru.
Program Pendidikan
Profesi Guru BK/ Konselor adalah program pendidikan yang diselenggarakan untuk
lulusan S-1 Kependidikan dan S-1/D-IV Non Kependidikan yang memiliki bakat
dan minat menjadi guru, agar mereka menjadi guru yang profesional sesuai dengan
standar nasional pendidikan dan memperoleh sertifikat pendidik. Dengan
demikian, keluaran PPG Bimbingan dan Konseling atau Konselor (PPG
BK/K) diharapkan mampu beradaptasi dan melaksanakan tugas profesi pendidik
yang unggul, bermartabat, dan dibanggakan lembaga pendidikan pengguna,
masyarakat, dan bangsa Indonesia.
3.
Jelaskan praksis MBS
dalam kaitannya dengan akreditasi sekolah, berikut substansinya.
Jawab.
Substansi MBS
MBS (Manajemen
Berbasis Sekolah) adalah model manajemen yang memberikan otonomi lebih besar
kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk melakukan pengambilan keputusan
secara bersama/partisipatif. Untuk memenuhi kebutuhan sekolah atau untuk
mencapai tujuan sekolah dalam kerangka pendidikan nasional. Otonomi diartikan
sebagai kemandirian, artinya otonomi sekolah adalah kewenangan sekolah untuk
mengatur dan mengurus kebutuhan warga sekolah yang didukung kemampuan tertentu
sesuai dengan peraturan perundang-undangan pendidikan nasional yang berlaku.
Manajemen
Berbasis Sekolah memiliki karakteristik yang perlu dipahami oleh sekolah yang
menerapkannya. Jika berbicara masalah Manajemen Berbasis Sekolah yang merupakan
wadah/kerangkanya, maka sekolah efektif merupakan isinya. Oleh karena itu
karakteristik Manajemen Berbasis Sekolah memuat secara inklusif elemen-elemen
sekolah efektif, yang dikategorikan menjadi input, proses, dan output.
Di
dalam pelaksanaan MBS dituntut kepemimpinan kepala sekolah professional yang
memiliki kemampuan manajerial dan integritas pribadi untuk mewujudkan Visi
menjadi Aksi, serta demokratis dan transparan dalam berbagai pengambilan
keputusan.
Dari aspek fungsinya, beberapa hal yang tercakup adalah
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi, dan
kepemimpinan. Fungsi-fungsi ini dilaksanakan oleh sekolah (kepala sekolah,
guru, dibantu oleh komite sekolah) dan ada yang berpendapat karena pentingnya
“kepemimpinan” maka manajemen dan kepemimpinan dipisahkan. Substansi atau
bidang yang dikelola oleh sekolah dengan fungsi-fungsi tersebut meliputi :
a. Bidang Teknis Edukatif
Manajemen bidang teknis edukatif di sekolah yang sangat penting
adalah aspek kurikulum dan implementasinya (pelaksanaannya) di sekolah. Dalam
kaitannya dengan kurikulum.
b. Bidang Ketenagaan
Fungsi-fungsi manajemen dalam urusan ketenagaan di antaranya
mencakup perencanaan mencakup perencanaan kebutuhan, seleksi, pengangkatan,
penempatan, pengembangan, dan pemberhentian.
c. Bidang Keuangan
Bidang keuangan, terutama untuk pendanaan pendidikan di sekolah
merupakan salah satu elemen MBS yang sangat penting. Merujuk pada keuangan
sekolah sebagai elemen asensial dalam pelaksanaan MBS.
d. Bidang Sarana dan
Prasarana
Kasus-kasus terjadi yang menunjukkan inisiatif sekolah untuk
memenuhi sendiri sarana prasarana pendidikan.
e. Bidang Kesiswaan
Siswa atau peserta didik merupakan komponen yang sangat penting
karena menjadi muara dan seluruh upaya
perbaikan komponen-komponen lainnya dalam manajemen pendidikan. Perbaikan
kurikulum dan penataran guru misalnya, tujuan akhirnya adalah untuk membuat
agar prestasi peserta didik menjadi lebih baik.
MBS
diartikan sebagai wujud dari “reformasi pendidikan”, yang menginginkan adanya
perubahan dari kondisi yang kurang baik menuju kondisi yang lebih baik dengan memberikan
kewenangan (otoritas) kepada sekolah untuk memberdayakan dirinya.
Dari
beberapa penjelasan di atas dapat dipahami bahwa secara substansial
karakteristik MBS adalah pemberian otonomi yang luas kepada sekolah,
partisipasi masyarakat dan orang tua peserta didik yang tinggi, kepemimpinan
sekolah yang demokratis dan profesional, serta adanya team work yang tinggi dan
profesional.
Praksis MBS
Tujuan
utama penerapan MBS pada intinya adalah untuk penyeimbangan struktur kewenangan
antara sekolah, pemerintah daerah pelaksanaan proses dan pusat sehingga
manajemen menjadi lebih efisien. Kewenangan terhadap pembelajaran di serahkan
kepada unit yang paling dekat dengan pelaksanaan proses pembelajaran itu
sendiri yaitu sekolah. Disamping itu untuk memberdayakan sekolah agar sekolah
dapat melayani masyarakat secara maksimal sesuai dengan keinginan masyarakat
tersebut. Tujuan penerapan MBS adalah untuk memandirikan atau memberdayakan
sekolah melalui kewenangan (otonomi) kepada sekolah dan mendorong sekolah untuk
melakukan pengambilan keputusan secara partisipatif. Lebih rincinya MBS
bertujuan untuk:
a. meningkatkan mutu pendidikan melalui
kemandirian dan inisiatif sekolah dalam mengelola dan memberdayakan sumber daya
yang tersedia;
b. meningkatkan kepedulian warga sekolah
dan masyarakat dalam menyelenggarakan pendidikan melalui pengambilan keputusan
bersama;
c. meningkatkan tanggung jawab sekolah
kepada orangtua, masyarakat, dan pemerintah tentang mutu sekolahnya; dan
d.
meningkatkan kompetisi yang sehat antar sekolah tentang
mutu pendidikan yang akan dicapai.
Terdapat
5 (lima) prinsip utama dalam pelaksanaan MBS, yaitu:
a. Fokus pada mutu
b. Bottom-up planning and decision making
c. Manajemen yang transparan
d. Pemberdayaan masyarakat
e. Peningkatan mutu secara berkelanjutan
Terdapat
juga 4 (empat) prinsip yang harus difahami dalam pelaksanaan MBS, yaitu:
kekuasaan; pengetahuan; sistem informasi; dan sistem penghargaan.
1. Kekuasaan
Kepala sekolah memiliki kekuasaan yang
lebih besar untuk mengambil keputusan berkaitan dengan kebijakan pengelolaan
sekolah dibandingkan dengan sistem pendidikan sebelumnya. Kekuasaan ini
dimaksudkan untuk memungkinkan sekolah berjalan dengan efektif dan efisien.
Kekuasaan yang dimiliki kepala sekolah akan efektif apabila mendapat dukungan
partisipasi dari berbagai pihak, terutama guru dan orangtua siswa.
Seberapa besar kekuasaan sekolah
tergantung seberapa jauh MBS dapat diimplementasikan. Kekuasaan yang lebih
besar yang dimiliki oleh kepala sekolah dalam pengambilan keputusan perlu
dilaksanakan dengan demokratis antara lain dengan:
a. melibatkan semua pihak, khususnya guru
dan orangtua siswa.
b. membentuk tim-tim kecil di level
sekolah yang diberi kewenangan untuk mengambil keputusan yang relevan dengan
tugasnya
c.
menjalin kerjasama dengan organisasi di luar sekolah.
2. Pengetahuan
Kepala
sekolah dan seluruh warga sekolah harus menjadi seseorang yang berusaha secara
terus menerus menambah pengetahuan dan ketrampilan dalam rangka meningkatkan
mutu sekolah. Untuk itu, sekolah harus memiliki sistem pengembangan sumber daya
manusia (SDM) lewat berbagai pelatihan atau workshop guna membekali guru dengan
berbagai kemampuan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar. Pengetahuan
yang penting harus dimiliki oleh seluruh staf adalah:
a.
pengetahuan untuk meningkatkan kinerja sekolah,
b. memahami dan dapat melaksanakan
berbagai aspek yang berkaitan dengan pelaksanaan kegiatan quality assurance,
quality control, self assessment, school review, bencmarking, SWOT, dll).
3.
Sistem Informasi
Sekolah yang
melakukan MBS perlu memiliki informasi yang jelas berkaitan dengan program
sekolah. Informasi ini diperlukan agar semua warga sekolah serta masyarakat
sekitar bisa dengan mudah memperoleh gambaran kondisi sekolah. Dengan informasi
tersebut warga sekolah dapat mengambil peran dan partisipasi. Disamping itu
ketersediaan informasi sekolah akan memudahkan pelaksanaan monitoring,
evaluasi, dan akuntabilitas sekolah.
4. Sistem Penghargaan
Sekolah yang melaksanakan MBS perlu
menyusun sistem penghargaan untuk memberikan penghargaan kepada warga sekolah
yang berprestasi. Dengan
sistem ini diharapkan akan muncul motivasi dan ethos kerja dari kalangan
sekolah. Sistem penghargaan yang dikembangkan
harus bersifat adil dan merata.
Bagaimana seharusnya MBS Diterapkan dapat
dilakukan dengan beberapa fungsi fungsi
pokok antara lain:
1.
Perencanaan
dan evaluasi program sekolah. Sekolah harus diberi
kewenangan untuk melakukan perencanaan sesuai dengan kebutuhannya, pada fungsi
ini telah disusun rencana strategis (renstra) yang memuat rencana pengembangan
sekolah dalam jangka waktu lima tahun kedepan dan renop (rencana operasional)
yeng merupakan rencana tahunan. Dan setiap akhir bulan atau semester termasuk
akhir tahun diadakan evaluasi pelaksanaan program.
2. Pengelolaan kurikulum.
Setiap sekolah
harus dapat mengembangkan kurikulum, namun tidak boleh mengurangi isi kurikulum
yang berlaku secara nasional yang dikembangkan oleh Pemerintah Pusat. Pada
fungsi ini telah dikembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar melalui
penjabaran kedalam indikator-indikator setiap mata pelajaran dan
juga pengembangan kurikulum muatan lokal sesuai kondisi masing
masing .
3. Pengelolaan proses belajar mengajar.
Sekolah diberi kebebasan untuk memilih strategi, metode dan teknik pembelajaran
dan pengajaran yang paling efektif sesuai dengan karakteristik mata pelajaran,
karakteristik siswa, karakteristik guru dan kondisi nyata sumber daya yang
tersedia di sekolah.
4. Pengelolaan ketenagaan.
Pengelolaan ketenagaan mulai dari analisis kebutuhan perencanaan, rekrutmen,
pengembangan, penghargaan dan sangsi, hubungan kerja hingga evaluasi kinerja
tenaga kerja sekolah dapat dilakukan oleh sekolah kecuali guru pegawai negeri
yang sampai saat ini masih ditangani oleh birokrasi di atasnya.
5. Pengelolaan peralatan dan perlengkapan.
Pengelolaan fasilitas seharusnya dilakukan oleh sekolah mulai dari pengadaan,
pemeliharaan dan perbaikan hingga pengembangannya. Fungsi ini dapat dilaksanakan dalam
bentuk pengadaan barang yang didahului oleh analisis skala prioritas,
perbaikan/ penggantian sarana dan
prasarana belajar termasuk pengembangannya dalam rangka menyesuaikan dengan
perkembangan.
6. Pengelolaan
keuangan.
Pengelolaan keuangan, terutama pengalokasian/penggunaan uang sudah sepantasnya
dilakukan oleh sekolah. Sekolah juga harus diberi kebebasan untuk melakukan
kegiatan-kegiatan yang mendatangkan penghasilan, sehingga sumber keuangan tidak
semata-mata tergantung pada pemerintah. Fungsi ini ditandai dengan penggunaan
keuangan yang ada di sekolah melalui pendistribusian pada RAPBS yang disusun
oleh Kepala Sekolah bersama Komite Sekolah.
7. Pelayanan siswa. Fungsi ini telah dilaksanakan dalam
bentuk pelayanan siswa mulai dari penerimaan siswa baru, pengembangan,
pembinaan, pembimbingan, penempatan untuk melanjutkan sekolah atau untuk
memasuki dunia kerja hingga pengurusan alumni dan dari tahun ketahun
diadakan peningkatan intensitas dan
ekstensitasnya.
8. Hubungan
sekolah dan masyarakat. Fungsi ini telah dilaksanakan melalui
hubungan sekolah dan msyarakat
untuk meningkatkan keterlibatan, kepedulian, kepemilikan dan dukungan
dari masyarakat, terutama dukungan moral dan finansial yang dari dulu telah
didesentralisasikan dan dari tahun
ketahun intensitas dan ekstensitasnya
terus ditingkatkan.
9. Pengelolaan
iklim sekolah. Fungsi ini telah dilaksanakan dalam bentuk menciptakan Iklim sekolah
yang kondusif-akademik yang merupakan merupakan prasyarat bagi terselenggaranya
proses belajar mengajar yang efektif. Lingkungan sekolah yang aman dan tertib,
optimisme dan harapan yang tinggi dari warga sekolah, kesehatan sekolah dan
kegiatan-kegiatan yang terpusat pada siswa.
Pada dasarnya MBS merupakan penopang
kemajuan sekolah. Dengan Manajemen sekolah mudah-mudahan terjalin harmonisasi penyelenggaraan
di suatu sekolah dengan piha-pihak seperti Komite, Stake Holder, Dinas terkait,
Orang tua siswa, kemitraan dan sebagainya serta lembaga-lembaga
pendidikan lain. Implementasi dengan menjalin hubungn sosial itu maka
dapat ditarik kesimpulan : Guru tenang dalam menjalankan tugas. Guru terfokus pada peningkatan mutu siswa tanpa memikirkan
sarana dan prasarana pendukung peningkatan mutu itu.
Kaitan MBS dengan Akreditasi Sekolah
Akreditasi sekolah adalah suatu
kegiatan penilaian kelayakan dan kinerja suatu sekolah berdasarkan kriteria
(standar) yang telah ditetapkan dan dilakukan oleh Badan Akreditasi Sekolah
Nasional (BASNAS) yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk pengakuan peringkat
kelayakan sebagaimana diatur dalam Keputusan Menteri Pendidikan Nasional
087/U/2002.
Berdasarkan pengertian ini,
akreditasi sekolah dapat ditafsirkan sebagai tindakan menilai tingkat kelayakan
kinerja setiap sekolah melalui tindakan membandingkan keadaan sekolah menurut
kenyataan dengan kriteria (standar) yang telah ditetapkan..
Mengacu pada pengertian akreditasi
sekolah tersebut, maka perlu dilakukan dua tindakan. Pertama, menetapkan
standar akreditasi sekolah yang akan digunakan sebagai tolok ukur/kriteria.
Kedua, menilai kelayakan sekolah melalui tindakan membandingkan masing-masing
komponen sekolah menurut kenyataan dengan standar/kriteria yang telah ditetapkan
bagi masing-masing komponen sekolah.
Akreditasi dilakukan melalui tindakan
membandingkan (benchmark) kondisi sekolah dalam kenyataan dengan kriteria
(standar) yang telah ditetapkan. Mengingat sekolah sebagai sistem tersusun dari
komponen-komponen yang saling terkait untuk mencapai tujuan sekolah, maka
standar yang dimaksud harus disusun berdasarkan komponen-komponen sekolah.
1.
Kurikulum/Proses Belajar Mengajar
a.
Pelaksanaan
Kurikulum
Standar: Sekolah melaksanakan kurikulum nasional dan kurikulum muatan lokal
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Dalam pelaksanaannya sekolah berpegang
pada dokumen kurikulum lengkap dan silabi yang dikembangkan mengacu kepada
dokumen kurikulum tersebut. Sekolah memiliki kalender dan jadwal yang jelas.
b.
Proses Belajar Mengajar
Standar: Sekolah memiliki bukti bahwa guru-guru
melakukan perencanaan yang dibuktikan misalnya dengan dokumen satuan
pembelajaran. Sekolah memiliki bukti bahwa guru-guru menggunakan berbagai
variasi strategi, pendekatan, dan metode pembelajaran yang mampu memberdayakan
dan meningkatkan efektivitas pembelajaran. Sekolah memiliki bukti tingkat
efektivitas perilaku mengajar guru (kejelasan mengajar, keantusiasan mengajar,
dsb.) dan Perilaku belajar siswa (semangat, keseriusan, kerajinan, dsb.) di
kelas. Sekolah memiliki bukti-bukti penggunaan variasi alat evaluasi sesuai
dengan kompetensi yang harus dicapai oleh siswa, sekolah memiliki bukti hasil
belajar berdasarkan penggunaan variasi alat evaluasi yang dipakai, dan sekolah
memiliki bukti-bukti bahwa hasil evaluasi didokumentasikan dan digunakan untuk
perbaikan penagajaran.
2.
Administrasi/Manajemen Sekolah
a.
Perencanaan Sekolah
Standar: Sekolah memiliki rencana strategis dengan
rumusan visi, misi, dan tujuan yang jelas dan dipahami oleh setiap warga
sekolah, yang digunakan sebagai acuan bagi pengembangan rencana operasional dan
program sekolah. Rencana sekolah secara jelas menggambarkan tentang hasil yang
akan dicapai, terutama kompetensi lulusan, dalam jangka pendek, menengah, dan
panjang yang dipahami oleh seluruh pihak-pihak yang berkepentingan dengan
sekolah (stakeholders), baik oleh warga sekolah maupun masyarakat yang terkait
dengan sekolah.
b.
Implementasi
Manajemen Sekolah
Standar: Manajemen sekolah dilaksanakan menurut aspek
dan fungsi manajemen secara utuh. Aspek-aspek manajemen sekolah yang dimaksud
meliputi kurikulum, tenaga/sumberdaya manusia, siswa, sarana dan prasarana,
dana, dan hubungan masyarakat. Ada bukti-bukti yang menunjukkan bahwa sekolah
menerapkan manajemen berbasis sekolah yang dibuktikan oleh penerapan
prinsip-prinsip manajemen berbasis sekolah yaitu kemandirian,
kemitraan/partisipasi, semangat kebersamaan, tanggungjawab, transparansi/
keterbukaan, keluwesan/fleksibilitas, akuntabilitas, dan sustabilitas.
c.
Kepemimpinan
Sekolah
Standar: Pimpinan sekolah menerapkan pola
kepemimpinan yang bisa diterima oleh seluruh warga sekolah. Pengambilan
keputusan diambil secara partisipatif. Pimpinan sekolah bersifat terbuka dan
melakukan melakukan pendelegasian tugas dengan baik. Guru-guru berkesempatan untuk
mengembangkan karir, kepemimpinan bersifat visioner/transformatif.
d.
Pengawasan
Standar: Ada bukti-bukti yang menujukkan bahwa
sekolah melaksanakan fungsi pemantauan dan pengawasan secara berkala termasuk
pada kegiatan PBM di kelasyang hasilnya digunakan untuk perbaikan.
e.
Ketatalaksanaan
Sekolah
Standar: Sekolah memiliki
administrasi/ketatalaksanaan sekolah yang rapi, efisien dan efektif pada
lingkup proses belajar mengajar, kurikulum, ketenagaan/kepegawaian, kesiswaan,
sarana dan prasarana (perpustakaan, peralatan, perlengkapan, bahan, tata
persuratan dan kearsipan, dsb.), keuangan, dan hubungan sekolah-masyarakat.
Sekolah memiliki arsip informasi dan data yang mudah diakses sewaktu-waktu oleh
warga sekolah maupun pihak lain yang memerlukan sesuai dengan aturan yang
berlaku.
3.
Organisasi/Kelembagaan
a. Organisasi
Standar: Sekolah memiliki struktur organisasi yang
dapat menjamin: (1) kelancaran program sekolah, (2) kegiatan sekolah yang
terorganisir, tersatukan, dan terkoordinir secara konsisten, (3) kepastian, keadilan,
dan kemanfaatan bagi warganya, dan (4) akuntabilitas internal dan ekstemal.
Secara eksplisit dan jelas, struktur organisasi sekolah memiliki hirarki
kewenangan/otoritas, tanggungjawab, rantai komando, pembagian tugas dan fungsi
yang jelas, aturan, prosedur kerja, mekanisme kerja, upaya yang terkoordinir,
hubungan interaktif, dan alur akuntabilitas yang dapat dipertanggungjawabkan.
b. Regulasi Sekolah
Standar: Sekolah memiliki bukti dokumen-dokumen resmi
sebagai lembaga legal untuk menyelenggarakan pendidikan. Sekolah memiliki dan
menerapkan regulasi sekolah seperti tata tertib dan tata krama, baik yang
bersifat yuridis maupun yang bersifat normatif. Penegakan regulasi sekolah
diterapkan secara adil dan teratur terhadap semua warga sekolah. Pelanggar regulasi
harus dikenai sanksi sesuai dengan aturan yang dibuat oleh sekolah dan sesuai
dengan peraturan perundangan yang berlaku.
4.
Sarana
Prasarana
Standar: Sekolah menyediakan sarana dan prasarana
yang memenuhi tujuan sekolah dan tuntutan pedagogik yang diperlukan untuk
menjamin terselenggaranya proses pendidikan yang bermakna, menyenangkan, dan
memberdayakan sesuai tuntutan karakteristik mata pelajaran, pertumbuhan dan
perkembangan psikomotor, kognitif, dan afektif peserta didik. Sarana dan
prasarana yang dimaksud meliputi gedung, ruang kelas, laboratorium,
perpustakaan, pusat sumber pembelajaran, ruang praktek, media pembelajaran,
bahan/material, sarana pendidikan jasmani dan olah raga, tempat beribadah,
tempat bermain, tempat berkreasi dan rekreasi, fasilitas kesehatan dan
keselamatan bagi peserta didik dan penyelenggara pendidikan, dan sarana serta
prasarana lain sesuai tuntutan masing-masing mata pelajaran. Sekolah menjamin
ketersediaan, kesiapan, dan penggunaan sarana dan prasarana mutakhir, serta
cara-cara menggunakannya.
5.
Ketenagaan
a. Tenaga Pendidik
Standar: Sekolah memiliki tenaga kependidikan yang
jumlahnya cukup/memadai yang ditunjukkan oleh kelayakan rasio guru-siswa
(khusus pendidik). Kualifikasi minimum untuk pendidik pada tingkat pendidikan
prasekolah adalah lulusan D2 dan pada tingkat pendidikan dasar dan menengah
adalah lulusan sarjana kependidikan atau lulusan sarjana non-kependidikan
ditambah sertifikat akta mengajar dari perguruan tinggi yang terakreditasi.
Pendidik pada pendidikan menengah kejuruan harus memiliki pengalaman industri
selama dua tahun. Sekolah memiliki pendidik yang spesialisasinya relevan dengan
matapelajaran yang diajarkan. Sekolah memberi kondisi dan layanan esensial bagi
pengembangan tenaga kependidikan dan bagi peningkatan kinerja mereka. Sekolah memiliki
kepala sekolah yang kompeten/tangguh di bidang manajemen, kepemimpinan,
humanisms, sosial, dan teknis.
b. Tenaga Penunjang
Standar: Sekolah memiliki tenaga penunjang yang kompeten untuk menunjang
penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Sekolah menilai kinerja tenaga penujang
yang unsur-unsurnya harus terkait dengan tugas pokok dan fungsinya.
6.
Pembiayaan/Pendanaan
Standar: Sekolah
menyediakan dana pendidikan yang cukup dan berkelanjutan untuk menyelenggarakan
pendidikan di sekolah. Sekolah menghimpun dana dari potensi sumber dana yang
bervariasi. Sekolah mengelola dana pendidikan secara transparan, efisien, dan
akuntabel sesuai dengan prinsip manajemen berbasis sekolah. Dalam
mengalokasikan dana pendidikan, sekolah berpegang pada prinsip keadilan dan
pemerataan. Pengelolaan dana sekolah dilaksanakan secara transparan dan
akuntabel.
7.
Peserta
Didik
a. Penerimaan Siswa Baru
Standar: Penerimaan siswa baru didasarkan atas kriteria
yang jelas, transparan dan dipublikasikan. Siswa memiliki tingkat kesiapan
belajar yang memadai, baik mental maupun fisik. Sekolah memiliki program yang
jelas tentang pembinaan, pengembangan, dan pembimbingan siswa. Sekolah memberi
kesempatan yang luas kepada siswa untuk berperanserta dalam penyelenggaraan
program sekolah. Sekolah melakukan evaluasi belajar yang memenuhi persyaratan
evaluasi.
b. Keluaran
Standar: Sekolah menghasilkan output/hasil belajar yang
memadai dalam prestasi akademik dan prestasi non-akademik (olah raga, kesenian,
keagamaan, keterampilan kejuruan, dsb.). Sekolah menggunakan alat evaluasi yang
relevan untuk mengukur hasil belajar ganda (prestasi akademik dan prestasi
non-akademik), yang dibuktikan oleh tingkat validitas, reliabilitas,
obyektivitas, dan otentisitas yang tinggi. Angka mengulang kelas dan angka
putus sekolah relatif kecil. Selain itu, sekolah melakukan studi penelusuran
alumni secara berkala untuk mengetahui status mereka, baik kesempatan
melanjutkan pendidikan, kesempatan kerja, dan pengembangan diri alumni. Hasil
studi penelusuran digunakan untuk memperbaiki program-program sekolah dan
didokumentasikan secara rapi agar mudah diakses oleh siapapun yang membutuhkan.
8.
Peran
Serta Masyarakat
Standar: Peranserta masyarakat meliputi partisipasi warga
sekolah dan masyarakat. Hubungan antara sekolah-masyarakat, baik menyangkut
substansi maupun strategi pelaksanaanya, ditulis dan dipublikasikan secara
eksplisit dan jelas. Sekolah melibatkan dan memberdayakan masyarakat dalam
pendidikan di sekolah melalui strategi-strategi sebagai berikut: (1) memberdayakan
melalui berbagai media komunikasi (media tertulis, pertemuan, kontak langsung
secara individual, dsb.); (2) menciptakan dan melaksanakan visi, misi, tujuan,
kebijakan, rencana, program, dan pengambilan keputusan bersama; (3)
mengupayakan jaminan komitmen sekolah masyarakat melalui kontrak sosial; dan
(3) mengembangkan model-model partisipasi masyarakat sesuai tingkat kemajuan
masyarakat.
9.
Lingkungan
a. Konteks Sekolah
Standar: Sekolah bersikap responsif, tanggap, dan peka
terhadap dinamika konteks dan secara jelas menginternalisasikannya ke dalam
rumusan visi, misi, tujuan, sasaran, dan strategi pengembangan sekolah.
b. Kultur Sekolah
Standar: Sekolah menumbuhkan dan mengembangkan
budaya/kultur yang kondusif bagi peningkatan efektivitas proses pendidikan di
sekolah pada umumnya dan efektivitas pembelajaran pada khususnya, yang
dibuktikan oleh penerapan setiap sub budaya sekolah
Dari
uraian di atas, dapat diambil kesimpulan bahwa MBS sangat berkaitan erat dengan
pelaksanaan akreditasi sekolah. Dimana dalam pelaksanaan MBS dituntut
kepemimpinan kepala sekolah professional yang memiliki kemampuan manajerial dan
integritas pribadi untuk mewujudkan Visi menjadi Aksi, serta demokratis dan
transparan dalam berbagai pengambilan keputusan. Yang mana hal itu pula-lah
yang menjadi salah satu standar dalam pelaksanaan akreditasi sekolah. Karena
dengan adanya pemimpin sekolah yang profesional, maka akan meningkatkan mutu
komponen-komponen sekolah yang lain, baik organisasi, sarana prasarana, maupun
ketenagaan sekolah. Dengan itu akan memperoleh hasil akreditasi yang baik.
4.
Fungsi dan peran
komite dalam banyak hal sama dengan fungsi dan peran yayasan. Kredibilitas
sekolah bergantung pada kredibilitas komite, jelaskan dengan merujuk contoh!
Jawab.
Keberadaan Komite
Sekolah harus bertumpu pada landasan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan
kualitas pelayanan dan hasil pendidikan di satuan pendidikan/sekolah. Oleh
karena itu, pembentukan Komite Sekolah harus memperhatikan pembagian peran
sesuai posisi dan otonomi yang ada. Berdasarkan keputusan Menteri Pendidikan
Nasional Nomor 044/U/2002 tanggal 2 April 2002, telah dijelaskan peran dan
fungsi komite sekolah sebagai berikut:
Komite sekolah
berperan sebagai:
a.
Pemberi pertimbangan (advisory
agenci)dalam penentuan dan pelaksanaan kebijakan pendidikan di satuan
pendidikan.
b.
Pendukung (supporting
agenci), baik yang berwujud financial, pemikiran, maupun tenaga dalam
penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
c.
Pengontrol (controlling agency)
dalam rangka transparansi dan akuntabilitas penyelengaraan dan keluaran
pendidikan di satuan pendidikan.
d.
Mediator antara pemerintah
(eksekutif) dengan masyarakat di satuan pendidikan.
Komite sekolah
berfungsi sebagai berikut:
a.
Mendorong tumbuhnya
perhatian dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang
bermutu.
b.
Melakukan kerjasama dengan
masyarakat (perorangan, organisasi, dunia usaha, dunia industri) dan pemerintah
berkenaan dengan penyelenggaraan pendidikan yang bermutu.
c.
Menampung dan menganalisis
aspirasi, ide, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan yang diajukan oleh
masyarakat.
d.
Memberikan masukan,
pertimbangan, dan rekomendasi kepada satuan pendidikan mengenai:
-
Kebijakan dan program
pendidikan
-
Rencana Anggaran Pendidikan
dan Belanja Sekolah (RAPBS)
-
Kriteria kinerja satuan
pendidikan
-
Kriteria tenaga pendidikan
-
Kriteria fasilitas
pendidikan, dan
-
Hal-hal lain yang terkait
dengan pendidikan.
e.
Mendorong orang tua dan
masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan guna mendukung peningkatan mutu dan
pemerataan pendidikan.
f.
Menggalang dana masyarakat
dalam rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
g.
Melakukan evaluasi dan
pengawasan terhadap kebijakan, program, penyelenggaraan, keluaran pendidikan di
satuan pendidikan.
Keberadaan Komite Sekolah sebenarnya
memberikan pengaruh besar terhadap perkembangan sekolah ke arah kemajuan. Telah
banyak sekolah-sekolah dengan komite sekolah yang mendukung sekolah sehingga
sekolah itu maju pesat. Namun tidak jarang juga sekolah yang justru sangat
terbatas geraknya disebabkan karena keberadaan komite sekolah yang menghambat
kemajuan sekolah, karena fungsi komite sekolah yang keliru. Sekolah dengan
komite sekolah yang terorganisir dengan tugas yang jelas dapat menjadikan
sekolah memiliki ketrasparanan dalam melaksanakan operasionalnya.
Komite sekolah sebaiknya merupakan
organisasi yang tertata rapi. Sebagai layaknya sebuah organisasi, komite
sekolah memiliki tujuan yang jelas. Misalnya memberikan bantuan dan dukungan
pada program sekolah sesuai dengan visi dan misi sekolah itu. Komite tidak saja
sebagai wakil orang tua siswa dan berperan memberikan legitimasi kebijakan
sekolah, tetapi juga memberikan solusi apa yang menjadi hambatan
program-program sekolah.
Maksud dibentuknya Komite Sekolah adalah agar ada
suatu organisasi masyarakat sekolah yang mempunyai komitmen dan loyalitas serta
peduli terhadap peningkatan kualitas sekolah. Komite Sekolah yang dibentuk
dapat dikembangkan secara khas dan berakar dari budaya, demografis, ekologis,
nilai kesepakatan, serta kepercayaan yang dibangun sesuai dengan potensi
masyarakat setempat. Oleh karena itu, Komite Sekolah yang dibangun harus
merupakan pengembang kekayaan filosifis masyarakat secara kolektif, sehingga
dapat meningkatkan kualitas sekolah.
Sebagai
bahan ilustrasi, pada tanggal 16 Desember 2008, ada seseorang yang mengaku
sebagai forum orangtua murid telah menyampaikan keluhannya dalam e-mail sebagai
berikut:
”Di
sekolah anak kami SDNP ”Bunga” Jakarta, ketua komite dipilih oleh guru dan
beberapa orangtua murid yang menamakan diri Wakil Orang Tua Murid.
Alhasil Komite Sekolah telah menetapkan sumbangan masuk siswa baru tahun 2008
Rp6 jutaan dan sumbangan bulanan Rp140 ribu. Ketika ditanya untuk apa uang yang
dikumpulkan? Belum ada jawaban pasti. Rencana penggunaan dana Rp 1,4 milyar
tersebut tidak dapat dijelaskan oleh ketua komite sekolah”.
Melalui
e-mail, penulis telah memberikan penjelasan sebagai berikut: (1) proses
pembentukan Komite Sekolah di SDNP ”Bunga” Jakarta tersebut belum sepenuh-nya
benar, (2) proses pemungutan sumbangan yang telah dilakukan sebelum disepakati
adanya program yang jelas secara transparan tergolong aneh dan salah besar, (3)
bagaimana pun juga sumbangan dari orantua dan masyarakat — jika hal itu memang
harus dilakukan-harus dibukukan, disimpan, digunakan, dan dilaporkan secara
akuntabel kepada semua pemangku kepentingan.
Gambaran
Komite Sekolah tersebut boleh jadi merupakan kondisi Komite Sekolah di banyak
satuan pendidikan di negeri ini. Tidak salah kiranya jika ada kesan dalam
masyarakat bahwa Komite Sekolah sekarang ini memang hanya dimanfaatkan oleh
kepala sekolah pemungut sumbangan belaka.
5.
Buatlah narasi
faktual tentang Guru Biofili!
Secara harafiah Biofili
diartikan sebagai Bio (hidup) dan Fili (jiwa)
yakni jiwa yang hidup. Sedangkan menurut pengembangan bahasa, Guru
Biofili adalah guru yang mampu memberikan pengajaran melalui kedalaman cinta
berupa kebahagiaan, kasih sayang dan pemahaman terhadap anak didiknya. Bagi
seluruh Guru di sekolah khususnya di Pondok Pesantren Al-Inayah, marilah kita
bersama-sama mempraktekkan menjadi Guru sukses dengan mencoba melaksanakan
langkah-langkah praktis menjadi Guru Biofili menurut seorang motivator Amir
Tengku Ramly.
Langkah-Langkah Praktis
Menjadi Guru Biofili:
Pertama,
kuatkan cara pandang dan keyakinan terhadap profesi Guru.
Keyakinan kita terhadap profesi ini akan mengantarkan kita pada tujuan hidup
yang hakiki. Yakinlah, bahwa ini adalah ladang bagi kesuksesan kita. Yakinlah,
bahwa jika kita tidak menjadi guru, segalanya tidak akan berjalan baik, bahkan
dunia pendidikan akan pincang.
Kedua, ubah
teaching menjadi learning. Mengajar
(Teaching): Ilmu berpusat pada guru, guru mengajar, guru tahu segalanya, dan
guru adalah subjek penentu/penghakim atas kepintaran seseorang. Belajar
(Learning): Ilmu berpusat pada proses belajar, belajar adalah tujuan bersama,
semua pihak terlibat aktif, guru dan siswa mitra pembalajaran. Jadi bukan hanya
siswa yang belajar, melainkan guru pun belajar. Sebagai pembelajar sejati, mari
kita refleksikan dalam pengajaran yang telah kita lakukan. Refleksi menjadi
penting sebagai bagian dari perubahan cara kita dari teaching menjadi
learning.
Ketiga, ubah
masalah siswa menjadi vitamin mental kita. Mungkin suatu hari
kita pernah begitu kesal menghadapi siswa-siswi. Kedaan sangat ribut, kacau dan
tidak terkendali. Kita marah, siswa-siswi pun terdiam semua tidak ada yang
berani menatap, apalagi bicara. Apa menurut kita masalahnya telah selesai?
Hentikanlah kemarahan kita! Lihatlah apa yang terjadi dari sisi positifnya.
Jika siswa kita berbuat yang tidak baik dalam pandangan kita, maafkanlah
mereka, camkanlah, “karena itulah mereka ada di sini, untuk menjadi yang lebih
baik.” Mulailah dengan bersyukur, alhamdulillah; ‘saya sudah mengetahui, apa
yang menjadi kewajiban saya sebagai guru.’ Sadarilah, kita telah diberikan
jalan untuk menjadi lebih sukses, naik kelas dan menjadi lebih baik dari
sebelumnya. Dengan berpikir demikian, kita telah menempatkan masalah
siswa-siswi kita sebagai sumber perbuatan bagi perbaikan kita sendiri.
Keempat,
jadikan murid sebagai subjek dan mitra belajar.
Sebagai mitra belajar, pada saat yang tepat ajaklah siswa-siswi untuk sama-sama
merefleksikan pembelajaran yang sudah dilakukan. Mitra belajar akan menjadikan
kita dan siswa sama-sama sebagai subjek belajar.kita dan siswa memiliki
kesetaraan sebagai pembelajar. Sebagai mitra dan subjek belajar, kita dan siswa
memiliki tanggung jawab yang sama untuk berlangsungnya sebuah aktivitas
belajar. Sikap pro-aktif kita, akan menjadi teladan yang membuat mereka juga
akan pro-aktif.
Kelima,
lakukan seperti air mengalir. Mempraktekkan pengajaran
sebagai guru biofili, yang mengajar dengan kedalaman rasa cinta, penuh dengan
kekuatan dan proses pembelajaran mengalir seperti air. Dan karenanyalah, kita
tidak hanya membutuhkan kemampuan mengajar secara fisik, tetapi juga mampu
melakukannya dengam cerdas. Air mengalir ibarat ilmu yang kita berikan. Ia bisa
masuk dan menyesuaikan dengan wadah si penerima, berikan proses pembelajaran
sesuai dengan perkembangan dan gaya belajar siswa. Air juga digunakan untuk
membersihkan, begitulah hendaknya pengajaran yang kita berikan.
Mengenai
guru biofili, Contoh faktualnya bisa di lihat di MTs Assa’adah II Bungah
Gresik. Yang mana hampir 90% peserta didiknya yang semuanya perempuan sukses
dalam menjalani hidup, baik dari segi akademik maupun non-akademik.
Di
lihat dari lingkungannya yang memang berada di bawah naungan pondok pesantren
Qomaruddin, yang mana gurunya telah dibekali ilmu agama yang cukup mendalam,
Madrasah tersebut tetap menghasilkan output-output yang berkualitas. Hal itu
tidak hanya dipicu dari segi intelektual murid yang tinggi, melainkan juga
disebabkan oleh pengajar-pengajar yang profesional, berjiwa bersih, penuh
kesabaran dan kasih sayang, untuk mencapai suatu tujuan yang pasti.
Para
pengajar di madrasah tersebut tidak hanya berprofesi sebagai guru, akan tetapi
suatu saat bisa menjadi orang tua bagi murid-muridnya yang terus memberikan
perhatian dan kasih sayang, juga sebagai sahabat atau teman yang bisa dijadikan
tempat curhat. Meski begitu, sikap saling menghormati dan menghargai harus dan
wajib tercipta di antara mereka.
Dalam prakteknya
sehari-hari, tentang hafalan misalnya, beberapa pengajar di madrasah tersebut
memang terkadang melakukan hal yang cukup keras sebagai gertakan terhadap
murid-muridnya, akan tetapi mereka tidak bermaksud menyakiti atau mempermalukan
anak didiknya, yang mereka lakukan hanyalah demi keberhasilan muridnya, agar
mereka mau belajar dengan tekun, yang untungnya juga akan kembali pada diri
mereka sendiri. Dari sisi murid pun mereka tidak merasa begitu terbebani
ataupun dendam kepada gurunya, justru mereka menganggap hal tersebut akan
mendatangkan suatu keberkahan, yang biasa mereka menyebutnya “ngalap barokah”
Mungkin dari gambaran di atas, pengajar di
madrasah tersebut dapat digolongkan sebagai seorang guru Biofili. Dimana guru berfungsi
sebagai fasilitator dan mitrabelajara siswa, yang mengedepankan nilai-nilai dan
jiwa yang hidup, dengan cinta dan kasih sayang.
Paradigma guru biofili
adalah posisi guru diubah dari
“mengajar” menjadi “belajar”, sama dengan para siswanya. Dengan begitu, yang
terjadi adalah seorang guru merasa sama kedudukannya dengan siswanya. Mereka
sama-sama belajar. Tidak ada yang lebih unggul diantara keduanya. Guru di sini
dapat berfungsi sebagai fasilitator. Siswa bisa digiring untuk
mentransformasikan ilmu pengetahuan dan teknologi dari beragam sumber. Siswa
diajak aktif bukan sebagai objek yang selalu menerima.
Dengan
cara pembelajaran seperti itu diharapkan proses belajar mengajar bukan hanya
berhasil sesuai tujuan, namun juga dilaksanakan dengan hati yang gembira.
Kebersamaan, persaudaraan serta kesamaan antara guru dan siswa selalu dipupuk
untuk mencapai proses pendidikan yang mulia.
0 komentar:
Posting Komentar