BAB
I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kata filsafat padanan dari bahasa
Arab Falsafah dan bahasa Inggrisnya Philosophy. Kata filsafat sendiri berasal
dari bahasa Yunani Philosophia, yakni gabungan dari philos yang artinya cinta
dan sophos yang berarti kebijaksanaan, dengan kata lain filsafat adalah cinta
pada kebijaksanaan. Secara etimologi filsafah berarti cinta kepada
kebijaksanaan, kearifan atau pengetahuan.
Filsafat tidak dapat dilepaskan
dari perjalanan panjang sejarah pemikiran manusia. Sebagaimana dimaklumi bahwa
pemikiran manusia pada awalnya masih diliputi dengan corak berpikir mitologis.
Corak pemikiran ini diwarnai dengan pertimbangan-pertimbangan magis dan
animistik terkait dengan kehidupannya sehari-hari. Perkembangan selanjutnya
manusia mulai berpikir lebih rasional dengan disertai argumentasi logis.
Refleksi manusia terhadap realitas
mungkin berawal dari ketakjuban atau keheranan, ketiadak puasan, keraguan, atau
kesangsian dan kesadaran akan keterbatasan. Dari sinilah fase awal dari
berpikir secara filsafati. Manusia mulai merumuskan pernyataan-pernyataan logis
dan sistematis terkait dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya.
Filsafat kemudian berkembang dari
zaman ke zaman, secara kronologis filsafat ini di dibagi menurut karakteristik
masa atau zaman dalam setiap periodenya. Dari filsafat masa kuno, klasik, abad
pertengahan, masa modern dan masa kini. Dan makalah ini akan membahas tentang
sejarah singkat filsafat pada masa abad pertengahan.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Zaman Patristik
Istilah
Patristik berasal dari kata latin “patres” yang berarti bapak dalam lingkungan
gereja. Bapak yang mengacu pada pujangga Kristen, mencari jalan pada Teologi
Kristiani, melalui peletakan dasar intelektual untuk agama Kristen.
Pandangan
pemikir agama pun membagi 3 tanggapan fisafat, diantaranya yaitu :
1. Berpendapat
bahwa setelah ada wahyu ilahi yang terwujud dalam Yesus Kristus, seharusnya pemikiran filosofis lainnya
berhenti atau tidak ada sama sekali.
2. Berusaha
untuk menengahinya dengan menyintesiskan kedua pemikiran tersebut.
3. Menyatakan
bahwa filsafatYunani merupakan langkah awal menuju agama yang harus diterima
dan dikembangkan.
Para filosof zaman ini di antaranya
Yustinus Martyr, Clemens, dan Origenes. Martyr adalah pemikir yang sejak semula
telah mempelajari berbagai sistem filsafat, dan ketika masuk agama Kristen, ia
menyebut dirinya sebagai Filosof. Ia menulis dua buku tentang membela hak agama
Kristen. Clemens dan Origenes berasal dari yang merancang suatu teologi yang
tersusun secara ilmiah berdasarkan filsafat Yunani, khususnya Platonisme dan
Stoisisme.
Zaman keemasan Patristik, meliputi
Yunani maupun Latin yang muncul pada masa yang kurang lebih sama. Di Yunani,
zama keemasan terbangun setelah Kaisar Constantinus Agung mengeluarkan “Edik
Milano” yang melindungi warganya dalam dan untuk menganut agama Kristen. Tiga
bapak gereja yang penting untuk dikenal mewakili kehidupan pemikiran masa ini,
adalah Gregorius dari Nazianza (330-390), Basilius (330-379), dan adiknya
Gregorius dari Nyssa (335-394). Di antara ketiga orang tersebut, yang paling
pandai adalah Gregorius dari Nyssa. Pada dasarnya, mereka menggunakan
Neoplatonisme, namun mereka menolak disebut Neoplatonisme yang merendahkan
materi.
Pada abad ke-8, zaman keemasan
Patristik Yunani berakhir dengan Johannes Damascenus sebagai raja yang menulis
suatu karya berjudul “Sumber Pengetahuan” yang secara sistematis menggambarkan
seluruh sejarah filsafat pada zaman Patristik Yunani.
Sedangkan zaman keemasan Patristik
Latin terjadi pada abad ke-4. Nama besar jajaran bapak gereja Barat adalah
Augustinus (354-430) yang dinilai menjadi pemikir terbesar untuk seluruh zaman
Patristik. Menurutnya, filsafat dapat dipahami sebagai “filsafat Kristiani”
atau “Kebijaksanaan Kristiani” saja. Dalam filsafat, ia tergolong pengikut
Neoplatisme, bahkan Platonisme. Pemikiran lain yang memengaruhi Augustinus
adalah Stoisisme.
Pada pemikiran Augustinus, ada
beberap hal penting yang dapat dipahami, yaitu :
1. Allah
adalah guru tertinggi dalam batin kita dan menerangi roh manusia.
2. Dunia
jasmani yang terus-menerus berkembang bergantung kepada Allah.
3. Tubuh
bukan merupakan sumber kejahatan, sumber kejahatan adalah dosa yang berasal
dari kehendak bebas.
Masuknya
filsafat Averroez yang sangat Aristotalian ke Eropa melalui Cordova, telah
diwarisi oleh kaum Patristik dan Skolastik Muslim. Warisan itu bersifat
kualitatif dalam bidang pengetahuan dan teknologi. Setelah itu masuknya
filsafat Averroez ke barat telah melahirkan Renaissance (abad ke 16) dan
dimatangkan melalui gerakan Aufklarung (abad ke 18) yang dengan langkah ini,
filsafat memasuki masa revolusioner dengan tahapan baru yang sangat modern
meskipun terkesan vulgar-positiv, bahkan atheistik.
Tanda-tanda
kepeloporan revolusioner yang menyebabkan lahirnya “anak kandung” Renaissance
dan Aufklarung terlihat dari munculnya Nicholas Covernicus (1473-1543) yang
telah melahirkan ilmu astronomi dengan menyelidiki putaran benda-benda angkasa.
Pemikiran ini kemudian dikembangkan oleh Galileo Galilei (1564-1642) dan
Jhohanes Kafler (1571-1630) yang telah melahirkan revolusi, tidak saja dalam
persoalan hubungan agama (Kristen) dengan ilmu pengetahuan, tetapi dalam
kehidupan masyarakat yang berimplikasi sanagat jauh dan mendalam karena sudah
memasuki fase dan tahap sain serta teknologi yang lebih praktis.
Tokoh lainnya adalah
Versalinus yang telah melahirkan pembaharuan persepsi dalam bidang anatomi dan
biologi.. Issac Newton telah menyumbangkan bentuk definitif bagi mekanika
klasik. Pemikkiran ini mempengaruhi pemikiran Descartes dan Immanuel Kant (awal
abad ke-20) yang telah memberi implikasi yangsangat luas dan mendalam terhadap
ilmu pengetahuan dan filsafat modern. Manusia mengarahkan hidupnya kepada dunia
sekuler, yaitu kehidupan pembebasan dari kedudukannya yang semula merupakan
subkoloni agama dan gereja kepada kehidupan yang sama sekali lepas dari
nilai-nilai agama.
Corak, sifat, dan karateristik keilmuan Barat yang sekuler memang dapat
dipahami. Sebab ilmu modern sebenarnya lahir dari sikap antitetik terhadap
rancang bangun keilmuan Kristen yang menempatkan gereja sebgai pusat kajian
berbagai, termasuk bidang keilmuan. Lahirnya keilmuan Barat yang sekuler, telah
menyebabkan ilmu berkembang dalam percepatan teknologi yang tinggi, namun
sekaligus telah menghilangkan nilai-nilai spiritual, bahkan ilmu cenderung
mendorong lahirnya sikap ateistik.
Ernest Galner mengkritik Barat atas
atas perkembangan demikian karena masyarakat Barat hampir tidak memiliki
pedoman dan nilai terkait dalam seluruh aktivitasnya.
Indikasi penting atas sikap dan
basis keilmuan Barat modern yang sekuler dan ateistik muncul karena
epistemologi keilmuan Barat cenderung berbasis
pada epistemologi kealaman, dimana kebenaran dilandaskan pada corak
teleleologis yang natural, dinamik, teratur, runtut dan dapat dibuktikan secara
empirik-rasional.
Dengan latar belakang situasi dan
kondisi pemikiran filosofis semacam itu, wajar jika dalam tahap perkembangan
sains dan ilmu pengetahuan manusia pada awal abad modern – termasuk ilmu
sosialnya- digunakan model dan ide-ide ala ilmu alam. Ilmu alam dianggap
sebagai sesuatu yang akurat dan dapat dibuktikan secara empiris yang nilai
benarnya harus dibuktikan secara faktual. Perkembangan demikian, mencapai
bentuknya secara definitif dengan lahirnya tokoh semacam Auguste Comte dengan
grand teorinya yang digelar dalam karya couerse de Philosiphic Positive
yang mengajarkan bahwa cara berpikir manusia berlandaskan pada tahap positif,
yakni menerangkan bahwa yang benar itu adalah yang nyata, konkret, eksak,
akurat, dan memberi nilai manfaat secara langsung kepada kehidupan umat
manusia.
Revolusi pengetahuan yang
dihasilkan oleh para ilmuan dan para filosofi Barat itu, terus berkembang. Perkembangan ini semakin memperlihatkan hasil
yang maksimal, terutama ketika Einstein merombak kerangka filsafat Newton yang
sudah mapan melalui teori quantumnya.
Teori ini telah mengubah persepsi dunia ilmu tentang sifat-sifat dasar dan
perilaku sedemikian rupa, sehingga para pakar dapat melanjutkan penelitiannya.
Melalui karya Einstein ini manusia modern dapat mengembangkan ilmu dasar
seperti astronomi, fisika, kimia, biologi, dan molekuler yang pada tahap
tertentu telah dibangun di Yunani dan Dunia Islam, menjadi ilmu penetahuan yang
demikian luas dan mendalam, dan tidak hanya mengglobalakan dunia, tetapi juga telah
melahirkan revolusi besar, dalam bebagai tatanan sistem kehidupan dunia.
B. Zaman Awal Skolastik
Sutardjo Wramihardjo mengatakan
bahwa zaman ini berhubungan dengan terjadinya perpindahan penduduk , yaitu
perpindahan bangsa Hun dari Asia ke Eropa sehingga bangsa jerman pindah
melewati perbatasan kekaisara Romawi yang secara politik sudah mengalami
kemerosotan. Karena situasi ricuh, tidak banyak pemikiran filsafat yang patut
ditampilkan pada masa ini. Namun, ada beberapa tokoh dan situasi penting yang harus diperhatikan dalam memahami
filsafat masa ini.
Pertama,
ahli pikir Boethius (480 – 524 M), dalam usiaya yang ke 44 tahun, mendapat
hukuman mati dengan tuduhan berkomplot. Ia dianggap sebagai filosof akhir
Romawi dan filosof Skolastik. Jasanya adalah menerjemahkan logika Aristoteles
ke dalam bahasa Latin dan menulis beberapa traktat logika Aristoles. Boethius
adalah seorang guru logika pada abad pertengahan dan mengarang beberapa traktat
teologi yang dipelajari sepanjang abad pertengahan.
Kedua,
kaisar Karel Agung yang memerintah apda awal abad ke 9 yang telah berhasil
mencapai stabilitas politik yang besar. Hal ini menyababkan perkembanngan
pemikiran kultural berjalan pesat. Pendidikan yang dibangunnya terdiri dari
tiga jenis, yaitu pendidikan yang digabungkan dengan bicara, pendidikan yang
tanggung keuskup, dan pendidikan yang dibangun raja atau keluarga kerajaan.
Meskipun demikian, seluruh pemikiran abad pertengahan berada dalam naungan
teologi. Seperti dikatakan Thomas Aquinas pada abad ke 13, ilmu pengetahuan
adalah pembantu teologi. Pemikirannya merupakan kelanjutan dari pemikiran
Augustinus.
Ketiga,
beberapa nama penting lainnya, seperti Johannes Scout Eriugena, dan Abelardus.
Eriugena (810 -877) bekerja disekolah lingkungan istana Karel Agung. Ia berjasa
dalam menerjemahkan karya Pseudo Dionysios ke dalam bahasa Latin
sehingga menjadi referensi dunia pemikiran abad-abad selanjutnya. Berdasarkan
filsafat neoplatonisme, ia membangun sintesis teologi. Akan tetapi,
pemikirannya agak sulit diterima sehingga pemikirannya tidak dapat diteruskan
orang dan uskup di Centerbury, Inggris. Ia meluruskan perkataan Augustinus
dengan mengatakan “ saya percaya s,upaya saya mengerti(credo de intelligam)”. Ia terkenal terutama karena argumentasinya
bahwa Allah itu benar-benar ada. Menurut wiramihardja, ada tiga langkah
pembuktian filosofisnya. Pertama, Allah itu Maha Besar sehingga tidak
terpikirkan sesuatu yang lebih besar (id quo nihil malus cogitari potes).
Kedua, hal yang terbesar terbesar tentulah berada dalam kenyataan karena apa
yang ada dalam pikiran saja tidak
mungkin lebih besar. Ketiga, Allah tidah hanya berada dalam pemikiran, tetapi
ada dalam kenyataan juga. Jadi, Allah benar-benar ada.
Dalam bidang logika dan etika,
Abelardus (1079-1142) sangat berjasa. Ia memberikan sumbangan terhadap
penyelesaian masalah yang ramai dibicarakan dalam kalangan skolastik, yaitu
masalah “universalia”. Universalia menyangkut konsep – konsep umum yang
menentukan kodrat dan kedudukan konsep-konsep tersebut. Dalam hal ini, ada dua
pendirian, yaitu realisme, bahkan sering disebut ultra-realisme dengan tokohnya
Gulielmus yang membicarakn masalah “kemanusiaan”. Pendirian yang kedua adalah
pendirian nominalisme dengan tokohnya Roscelinus. Ia berpendapat bahwa selain
individu-individu , tidak ada sesuatu yang nyata. Menurut mereka, yang termasuk
konsep-konsep umum hanyalah bunyi (flatus vocis).
Keempat,
cara mengajar yang terdiri dari dua jenis. Pertama, cara kuliah (lectio)
yang diberikan seorang mahaguru. Kedua, diskusi yang dipimpin seorang mahaguru. Suatu topik dibahas secara
sistematis dengan menampung semua argumen pro dan kontra (disputstion).
Pelaksanaannnya baik kuliah maupun diskusi dibuat buku pegangan yang disebut sententiae,
artinya pendapat-pendapat, kemudian dibuta buku pegangan lain yang disebut
Summa, artinya ikhtisar.
C. Zaman Keemasan Skolastik
Zaman keemasan Skolastik terjadi
pada abad ke 13. Sama dengan abad pertengahan, pada zaman keemasan ini,
filsafat dipelajari dalam hubungannya dengan teologi. Akan tetapi, tidak
berarti bahwa wacana hilang. Filsafat tetap dipelajari meskipun tidak secara
terbuka dan mandiri. Pada abad ini dibangun sintesis filosofis yang penting.
Sintesisnya berkaitan dengan tiga hal. Pertama, didirikannya
universitas-universitas pada 1200. Kedua, dibentuknya beberapa ordo baru.
Ketiga, ditemukannya dan digunakan sejumlah karya filsafat yang sebelumnya
tidak dikenal. Adapun penjelasannya sebagao berikut:
Pertama,
didirikannya universitas-universitas. Sekolah-sekolah di Paris secara
bersama-sama membangun universitas yang meliputi guru dan mahasiswa (magistrorum
et scolarium). Sejak abad ke 9 setelah akademia ditutup pada abad ke 2,
diseluruh Eropa Barat didirikan sekolah. Di Paris, sekolah-sekolah itu
merupakan yang terbanyak. Sekolah-sekolah ini merupakan universitas pertama di
dunia yang pertama bekerja sama antar sekolah di Paris. Di sekolah tersebut
terdapat hak-hak khusus dari pihak gereja sehingga menjadikan universitas
berkembang pesat. Hal ini ditiru oleh daerah lain, seperti Oxford, Bogona, dan
Cambridge di Inggris serta banyak kota lainnya. Pada abad pertengahan, umunya
unuversitas terdiri atas empat fakultas yaitu kedokteran, hukum, sastra
(facultas atrium), dan teologi.
Kedua,
ordo-ordo yang baru merupakan faktor kedua yang memengaruhi perkembangan hidup
intelektual. Dua ordo yang terkenal adalah ordo fransiskan yang didirikan
Fransiskus pada 1209, dan ordo dominikan yang didirikan Dominikus pada 1215. Diberbagai kota, para eksponen
dominikan mendirikan rumah studi yang digabungkan dengan universitas setempat.
Ketiga,
penemuan karya filsafat Yunani, terutama karya Aristoteles. Penemuan ini
merupakan faktor terpenting dalam perkembangan intelektual.mula-mula, dunia
Barat hanya mengenal Aristoteles sebagai filosof bidang logika. Mereka sadar
bahwa pemikiran Aristoteles itu sangat luas. Ajaran Aristoteles masuk ke dunia
Barat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung,
ajaran ini masuk melalui Arab dengan tokoh-tokohnya Ibn Sina (980-1037),Ibn
Russhd (1126-1198), serta bebrapa filosof Yahudi, sedangkan secara langsung,
ajaran ini masuk melalui Sisilia.
Beberapa
nama yang patut ditampilkan sebagai pengembangan intelektual ialah Bonventura
yang memberi komentar atas sententiae sebanyak empat jilid hsil pemberian
kuliahnya antara 1250 dan 1253, Siger dari Fakultas Sastra, Albertus Agung,
Thomas Aquinas, dan J.D. Scotus.
D. Zaman Akhir Abad Pertengahan
Pada
akhir abad ke 14 terjadi sikap kritis atas berbagai usaha pemikiran yang
menyintesiskan pemikiran filsafat dan teologi yang semakin menyimpang dari
pendapat Aristoteles. Dua pusat pada abad 14 yang berjasa dalam mempersiapkan
ilmu pengetahuan alam modern ialah Johanes Buridanin (1298-1359) di Parisian,
Thomas Bradwardine (1300-1349) di Oxford. Dalam filsafat, perkembangan tampil
dalam bentuk “jalan modern”(via moderna) yang dipertimbangkan dengan “jalan
kuno”(via antiqua).
Via
antique adalah madzhab skolastik tradisional, terutama thomisme dan scotisme,
serta neoplatisme, aristotelisme moderat, dan albertisme. Adapun via moderna,
didasari oleh pemikiran Gulielmus dari Inggris. Pendapatnya sering bertentangan
dengan pemikiran gereja, sehingga terjadi pertengkaran yang menyebabkan ia
lebih memperhatikan masalah-masalah logika, meskipun masih menulis komentar
atas sententiae.
Pemikiran
Gulielmus lebih dikenal dengan nama Ockham (nama kota kelahirannya), yang
cenderung lebih empirisme. Bentuk pengenalan paling sempurna adalah bersifat
indrawi, oleh karena itu pengenalan indrawi harus dianggap intuitif, dibedakan
dengan pengenalan abstrak. Pengenalan intelektual yang abstrak mempunyai
konsep-konsep umum sebagai objeknya. Dalam hal ini, Ockham memiliki pendirian
ekstrim yang disebut engan terminisme an nominalisme. Menurutnya, manusia tidak mengenal kodrat, sementara
konsep seperti kemanusiaan tidak dimiliki oleh siapapun. Ockham menekankan
bahwa konsep merupakan signum naturale (tanda wajar) , sedangkan terma bersifat
konvensional sehingga dapat berlainan.
Dalam metafisika Ockham menggunakan
dua prinsip yang berpengaruh pada pemikiran filsafat pada waktu itu. Pertama,
Ockham razor, bahwa keberadaan tidak perlu dilipat gandakan apabila tidak
perlu. Artinya, suatu realitas metafisika tidk dapat diterima apabila dasarnya
tidak kuat. Kedua, apa yang dapat dibedakan maka dapat dipisahkan. Paling tidak
Allah-lah yang dapat memisahkannya. Berdasarkan dua prinsip tersebut, ia
membersihkan metafisika dari perdebatan steril yang merajalela dalam madzhab
skolastik. Melalui jalan modern ini, ockham berhasil karena banyak orang yang
sudah bosan dengan perselisihan yang tidak memberi manfaat nyata.
Dalam mengenal Allah, Ockham
bersikap lebih kritis terhadap pengenalan manusia kepada Allah. Menurutnya,
dengan rasio saja tidak mungkin manusia mengenal Allah. Pengenalan hanya dapat
terjadi melalui iman dan kepercayaan. Kekuasaan Allah adalah absolut. Tata
susunan moral yang dibuat manusia tidak bersifat absolut dan sama sekali
bergantung pada kehendak Allah.
Filsafat abad pertengahan diawali
oleh Boethius diakhiri oleh Nicolaus Cusanus. Nicolaus Cusanus membedakan tiga
macam pengenalan, yaitu pancaindra, rasio, dan intuisi. Pengenalan idrawi
kurang sempurna. Rasio membentuk konsep
berdasarkan pengenalan indrawi. Adapun aktivitasnya dikuasai oleh prinsip nonkontradiksi
(tidak mungkin sesuatu ada dan tidak ada). Manusia tidak mengetahui apapun,
dengan intuisi manusia dapat mencapai sesuatu yang tidak terhingga. Allah
merupakan objek intuisi manusia. Dalam diri Allah, seluruh hal yang berlawanan
akan mencapai kesatuan. Pengetahuan Nicolaus yang luas tidak menjadikannya
eksponen abad pertengahan saja. Ia juga mencintai eksperimen sehingga
membawanya pada pemikiran ilmu masa modern.
Setelah masa Yunani, muncullah masa
periode Renaissance. Sementara ilmu pengetahuan Arab dalam kemunduran, Eropa
menyaksikan kecemerlangan peradaban Islam. Mereka sadar akan ketertinggalan
mereka. Pada abad 13, mereka mengadakan gerakan penerjemahan. Universitas Eropa
mulai didirikan. Pemikiran-pemikiran ilmiah memperoleh dukungan guru besar
universitas seperti Robert Gtous, Albert Magnus, dan Roger Bacon.
Sejarah keilmuan lebih berkembang
mulai abad 14 dan 15 melalui ekspedisi besar, seperti ekspedisi Vasco da Gama
ke India Timur. Penemuan mesin cetak pada abad 15 oleh Johan Gutenberg
merupakan titik balik yang paling penting.
Tokoh Renaissance, seperti Francis
Bacon, Descrates, Newton, Kepler, Nicolaus Copernicus, Galileo, Lavoiser,
Darwin, dan lainnya mempercepat kemajuan pengetahuan ilmiah.
Nicolaus Copernicus merupakan orang
Polandia yang ahli astronomi. Pendapatnya yang dianggap kontroversial pada masa
itu adalah pernyataan bahwa bumi dan planet-planet lain berputar mengitari
matahari atau yang disebut heliocentis.
Copernicus menyatakan bahwa bumi berputar pada porosnya, bulan berputar
mengelilingi matahari dan bumi, serta planet-planet lain semuanya berputar
mengelilingi matahari. Teori ini diperbarui secara lebih akurat oleh astronom
Denmark, Johanes Kepler.
Tokoh lainnya adalah Francis Bacon,
ia seorang filsof besar pertama yang
menyadari bahwa ilmu pengetahuan dan filsafat dapat mengubah dunia. Bertrand
Russell menyatakan bahwa Francis Bacon merupakan seorang peletak dasar metode
induktif modern dn juga pioner percobaan sistematisasi logika dalam menyusun
teori keilmuan.
Kerika itu perguruan tinggi semakin
banyak. Melalui media masa modern, ilmu pengetahuan mengalami loncatan yang
jauh hingga dalam tempo singkat telah mencapai zaman modern.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Abad pertengahan dibagi menjadi dua,
yaitu zaman patristik dan zaman skolastik. Masa patristik dari kata latin Patres
yang berarti bapa-bapa gereja. Ajaran falsafi-teologis dari bapa-bapa gereja
berusaha untuk memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling
dalam manusia. Mereka membela ajaran kristiani.
Zaman yang kedua yaitu zaman
skolastik, berasal dari bahasa latin Scholasticus atau guru. Pemikiran
Aristoteles muncul kembali melalui beberapa filsuf islam dan Yahudi, terutama
melalui Ibnu Sina..filsafat mereka disebut skolastik karena filsafat diajarkan
dalam sekolah-sekolah, biara, dan universitas menurut suatu kurikulum yang
tetap. Tema-tema pokok dari ajaran mereka adalah tentang iman, akal, budi, ada
dan hakikatnya Tuhan, antropologi, dan etika.
Berakhirnya filsafat abad
pertengahan ini diawali pada akhir abad ke 14. ketika itu
terjadi sikap kritis atas berbagai usaha pemikiran yang menyintesiskan
pemikiran filsafat dan teologi yang semakin menyimpang dari pendapat
Aristoteles.
DAFTAR
PUSTAKA
Atang, Abdul Hakim M.A dan Drs. Beni Ahmad
Sebani,M.Si. 2008. Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofilosofi,
Bandung: Pustaka Setia
Drs. Warsito, Loekisno Choiril, M.Ag, dkk, 2011. Pengantar
Filsafat. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press
0 komentar:
Posting Komentar