RSS

Filsafat Abad Pertengahan




BAB I
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kata filsafat padanan dari bahasa Arab Falsafah dan bahasa Inggrisnya Philosophy. Kata filsafat sendiri berasal dari bahasa Yunani Philosophia, yakni gabungan dari philos yang artinya cinta dan sophos yang berarti kebijaksanaan, dengan kata lain filsafat adalah cinta pada kebijaksanaan. Secara etimologi filsafah berarti cinta kepada kebijaksanaan, kearifan atau pengetahuan.
Filsafat tidak dapat dilepaskan dari perjalanan panjang sejarah pemikiran manusia. Sebagaimana dimaklumi bahwa pemikiran manusia pada awalnya masih diliputi dengan corak berpikir mitologis. Corak pemikiran ini diwarnai dengan pertimbangan-pertimbangan magis dan animistik terkait dengan kehidupannya sehari-hari. Perkembangan selanjutnya manusia mulai berpikir lebih rasional dengan disertai argumentasi logis.
Refleksi manusia terhadap realitas mungkin berawal dari ketakjuban atau keheranan, ketiadak puasan, keraguan, atau kesangsian dan kesadaran akan keterbatasan. Dari sinilah fase awal dari berpikir secara filsafati. Manusia mulai merumuskan pernyataan-pernyataan logis dan sistematis terkait dengan persoalan-persoalan yang dihadapinya.
Filsafat kemudian berkembang dari zaman ke zaman, secara kronologis filsafat ini di dibagi menurut karakteristik masa atau zaman dalam setiap periodenya. Dari filsafat masa kuno, klasik, abad pertengahan, masa modern dan masa kini. Dan makalah ini akan membahas tentang sejarah singkat filsafat pada masa abad pertengahan.






BAB II
PEMBAHASAN
A. Zaman Patristik
            Istilah Patristik berasal dari kata latin “patres” yang berarti bapak dalam lingkungan gereja. Bapak yang mengacu pada pujangga Kristen, mencari jalan pada Teologi Kristiani, melalui peletakan dasar intelektual untuk agama Kristen.
            Pandangan pemikir agama pun membagi 3 tanggapan fisafat, diantaranya yaitu :
1. Berpendapat bahwa setelah ada wahyu ilahi yang terwujud dalam Yesus Kristus,    seharusnya pemikiran filosofis lainnya berhenti atau tidak ada sama sekali.
2. Berusaha untuk menengahinya dengan menyintesiskan kedua pemikiran tersebut.
3. Menyatakan bahwa filsafatYunani merupakan langkah awal menuju agama yang harus diterima dan dikembangkan.
Para filosof zaman ini di antaranya Yustinus Martyr, Clemens, dan Origenes. Martyr adalah pemikir yang sejak semula telah mempelajari berbagai sistem filsafat, dan ketika masuk agama Kristen, ia menyebut dirinya sebagai Filosof. Ia menulis dua buku tentang membela hak agama Kristen. Clemens dan Origenes berasal dari yang merancang suatu teologi yang tersusun secara ilmiah berdasarkan filsafat Yunani, khususnya Platonisme dan Stoisisme.
Zaman keemasan Patristik, meliputi Yunani maupun Latin yang muncul pada masa yang kurang lebih sama. Di Yunani, zama keemasan terbangun setelah Kaisar Constantinus Agung mengeluarkan “Edik Milano” yang melindungi warganya dalam dan untuk menganut agama Kristen. Tiga bapak gereja yang penting untuk dikenal mewakili kehidupan pemikiran masa ini, adalah Gregorius dari Nazianza (330-390), Basilius (330-379), dan adiknya Gregorius dari Nyssa (335-394). Di antara ketiga orang tersebut, yang paling pandai adalah Gregorius dari Nyssa. Pada dasarnya, mereka menggunakan Neoplatonisme, namun mereka menolak disebut Neoplatonisme yang merendahkan materi.
Pada abad ke-8, zaman keemasan Patristik Yunani berakhir dengan Johannes Damascenus sebagai raja yang menulis suatu karya berjudul “Sumber Pengetahuan” yang secara sistematis menggambarkan seluruh sejarah filsafat pada zaman Patristik Yunani.
Sedangkan zaman keemasan Patristik Latin terjadi pada abad ke-4. Nama besar jajaran bapak gereja Barat adalah Augustinus (354-430) yang dinilai menjadi pemikir terbesar untuk seluruh zaman Patristik. Menurutnya, filsafat dapat dipahami sebagai “filsafat Kristiani” atau “Kebijaksanaan Kristiani” saja. Dalam filsafat, ia tergolong pengikut Neoplatisme, bahkan Platonisme. Pemikiran lain yang memengaruhi Augustinus adalah Stoisisme.
Pada pemikiran Augustinus, ada beberap hal penting yang dapat dipahami, yaitu :
1.      Allah adalah guru tertinggi dalam batin kita dan menerangi roh manusia.
2.      Dunia jasmani yang terus-menerus berkembang bergantung kepada Allah.
3.      Tubuh bukan merupakan sumber kejahatan, sumber kejahatan adalah dosa yang berasal dari kehendak bebas.
Masuknya filsafat Averroez yang sangat Aristotalian ke Eropa melalui Cordova, telah diwarisi oleh kaum Patristik dan Skolastik Muslim. Warisan itu bersifat kualitatif dalam bidang pengetahuan dan teknologi. Setelah itu masuknya filsafat Averroez ke barat telah melahirkan Renaissance (abad ke 16) dan dimatangkan melalui gerakan Aufklarung (abad ke 18) yang dengan langkah ini, filsafat memasuki masa revolusioner dengan tahapan baru yang sangat modern meskipun terkesan vulgar-positiv, bahkan atheistik.
Tanda-tanda kepeloporan revolusioner yang menyebabkan lahirnya “anak kandung” Renaissance dan Aufklarung terlihat dari munculnya Nicholas Covernicus (1473-1543) yang telah melahirkan ilmu astronomi dengan menyelidiki putaran benda-benda angkasa. Pemikiran ini kemudian dikembangkan oleh Galileo Galilei (1564-1642) dan Jhohanes Kafler (1571-1630) yang telah melahirkan revolusi, tidak saja dalam persoalan hubungan agama (Kristen) dengan ilmu pengetahuan, tetapi dalam kehidupan masyarakat yang berimplikasi sanagat jauh dan mendalam karena sudah memasuki fase dan tahap sain serta teknologi yang lebih praktis.
Tokoh lainnya adalah Versalinus yang telah melahirkan pembaharuan persepsi dalam bidang anatomi dan biologi.. Issac Newton telah menyumbangkan bentuk definitif bagi mekanika klasik. Pemikkiran ini mempengaruhi pemikiran Descartes dan Immanuel Kant (awal abad ke-20) yang telah memberi implikasi yangsangat luas dan mendalam terhadap ilmu pengetahuan dan filsafat modern. Manusia mengarahkan hidupnya kepada dunia sekuler, yaitu kehidupan pembebasan dari kedudukannya yang semula merupakan subkoloni agama dan gereja kepada kehidupan yang sama sekali lepas dari nilai-nilai agama.
Corak, sifat, dan karateristik  keilmuan Barat yang sekuler memang dapat dipahami. Sebab ilmu modern sebenarnya lahir dari sikap antitetik terhadap rancang bangun keilmuan Kristen yang menempatkan gereja sebgai pusat kajian berbagai, termasuk bidang keilmuan. Lahirnya keilmuan Barat yang sekuler, telah menyebabkan ilmu berkembang dalam percepatan teknologi yang tinggi, namun sekaligus telah menghilangkan nilai-nilai spiritual, bahkan ilmu cenderung mendorong lahirnya sikap ateistik.
Ernest Galner mengkritik Barat atas atas perkembangan demikian karena masyarakat Barat hampir tidak memiliki pedoman dan nilai terkait dalam seluruh aktivitasnya.
Indikasi penting atas sikap dan basis keilmuan Barat modern yang sekuler dan ateistik muncul karena epistemologi keilmuan Barat cenderung berbasis  pada epistemologi kealaman, dimana kebenaran dilandaskan pada corak teleleologis yang natural, dinamik, teratur, runtut dan dapat dibuktikan secara empirik-rasional.
Dengan latar belakang situasi dan kondisi pemikiran filosofis semacam itu, wajar jika dalam tahap perkembangan sains dan ilmu pengetahuan manusia pada awal abad modern – termasuk ilmu sosialnya- digunakan model dan ide-ide ala ilmu alam. Ilmu alam dianggap sebagai sesuatu yang akurat dan dapat dibuktikan secara empiris yang nilai benarnya harus dibuktikan secara faktual. Perkembangan demikian, mencapai bentuknya secara definitif dengan lahirnya tokoh semacam Auguste Comte dengan grand teorinya yang digelar dalam karya couerse de Philosiphic Positive yang mengajarkan bahwa cara berpikir manusia berlandaskan pada tahap positif, yakni menerangkan bahwa yang benar itu adalah yang nyata, konkret, eksak, akurat, dan memberi nilai manfaat secara langsung kepada kehidupan umat manusia.
Revolusi pengetahuan yang dihasilkan oleh para ilmuan dan para filosofi Barat itu, terus berkembang.  Perkembangan ini semakin memperlihatkan hasil yang maksimal, terutama ketika Einstein merombak kerangka filsafat Newton yang sudah mapan melalui  teori quantumnya. Teori ini telah mengubah persepsi dunia ilmu tentang sifat-sifat dasar dan perilaku sedemikian rupa, sehingga para pakar dapat melanjutkan penelitiannya. Melalui karya Einstein ini manusia modern dapat mengembangkan ilmu dasar seperti astronomi, fisika, kimia, biologi, dan molekuler yang pada tahap tertentu telah dibangun di Yunani dan Dunia Islam, menjadi ilmu penetahuan yang demikian luas dan mendalam, dan tidak hanya mengglobalakan dunia, tetapi juga telah melahirkan revolusi besar, dalam bebagai tatanan sistem kehidupan dunia.
B. Zaman Awal Skolastik
Sutardjo Wramihardjo mengatakan bahwa zaman ini berhubungan dengan terjadinya perpindahan penduduk , yaitu perpindahan bangsa Hun dari Asia ke Eropa sehingga bangsa jerman pindah melewati perbatasan kekaisara Romawi yang secara politik sudah mengalami kemerosotan. Karena situasi ricuh, tidak banyak pemikiran filsafat yang patut ditampilkan pada masa ini. Namun, ada beberapa tokoh dan situasi penting  yang harus diperhatikan dalam memahami filsafat masa ini.
Pertama, ahli pikir Boethius (480 – 524 M), dalam usiaya yang ke 44 tahun, mendapat hukuman mati dengan tuduhan berkomplot. Ia dianggap sebagai filosof akhir Romawi dan filosof Skolastik. Jasanya adalah menerjemahkan logika Aristoteles ke dalam bahasa Latin dan menulis beberapa traktat logika Aristoles. Boethius adalah seorang guru logika pada abad pertengahan dan mengarang beberapa traktat teologi yang dipelajari sepanjang abad pertengahan.
Kedua, kaisar Karel Agung yang memerintah apda awal abad ke 9 yang telah berhasil mencapai stabilitas politik yang besar. Hal ini menyababkan perkembanngan pemikiran kultural berjalan pesat. Pendidikan yang dibangunnya terdiri dari tiga jenis, yaitu pendidikan yang digabungkan dengan bicara, pendidikan yang tanggung keuskup, dan pendidikan yang dibangun raja atau keluarga kerajaan. Meskipun demikian, seluruh pemikiran abad pertengahan berada dalam naungan teologi. Seperti dikatakan Thomas Aquinas pada abad ke 13, ilmu pengetahuan adalah pembantu teologi. Pemikirannya merupakan kelanjutan dari pemikiran Augustinus.
Ketiga, beberapa nama penting lainnya, seperti Johannes Scout Eriugena, dan Abelardus. Eriugena (810 -877) bekerja disekolah lingkungan istana Karel Agung. Ia berjasa dalam menerjemahkan karya Pseudo Dionysios ke dalam bahasa Latin sehingga menjadi referensi dunia pemikiran abad-abad selanjutnya. Berdasarkan filsafat neoplatonisme, ia membangun sintesis teologi. Akan tetapi, pemikirannya agak sulit diterima sehingga pemikirannya tidak dapat diteruskan orang dan uskup di Centerbury, Inggris. Ia meluruskan perkataan Augustinus dengan mengatakan “ saya percaya s,upaya saya mengerti(credo de intelligam)”.  Ia terkenal terutama karena argumentasinya bahwa Allah itu benar-benar ada. Menurut wiramihardja, ada tiga langkah pembuktian filosofisnya. Pertama, Allah itu Maha Besar sehingga tidak terpikirkan sesuatu yang lebih besar (id quo nihil malus cogitari potes). Kedua, hal yang terbesar terbesar tentulah berada dalam kenyataan karena apa yang ada dalam pikiran saja  tidak mungkin lebih besar. Ketiga, Allah tidah hanya berada dalam pemikiran, tetapi ada dalam kenyataan juga. Jadi, Allah benar-benar ada.
Dalam bidang logika dan etika, Abelardus (1079-1142) sangat berjasa. Ia memberikan sumbangan terhadap penyelesaian masalah yang ramai dibicarakan dalam kalangan skolastik, yaitu masalah “universalia”. Universalia menyangkut konsep – konsep umum yang menentukan kodrat dan kedudukan konsep-konsep tersebut. Dalam hal ini, ada dua pendirian, yaitu realisme, bahkan sering disebut ultra-realisme dengan tokohnya Gulielmus yang membicarakn masalah “kemanusiaan”. Pendirian yang kedua adalah pendirian nominalisme dengan tokohnya Roscelinus. Ia berpendapat bahwa selain individu-individu , tidak ada sesuatu yang nyata. Menurut mereka, yang termasuk konsep-konsep umum hanyalah bunyi (flatus vocis).
Keempat, cara mengajar yang terdiri dari dua jenis. Pertama, cara kuliah (lectio) yang diberikan seorang mahaguru. Kedua, diskusi yang dipimpin  seorang mahaguru. Suatu topik dibahas secara sistematis dengan menampung semua argumen pro dan kontra (disputstion). Pelaksanaannnya baik kuliah maupun diskusi dibuat buku pegangan yang disebut sententiae, artinya pendapat-pendapat, kemudian dibuta buku pegangan lain yang disebut Summa, artinya ikhtisar.
C. Zaman Keemasan Skolastik
Zaman keemasan Skolastik terjadi pada abad ke 13. Sama dengan abad pertengahan, pada zaman keemasan ini, filsafat dipelajari dalam hubungannya dengan teologi. Akan tetapi, tidak berarti bahwa wacana hilang. Filsafat tetap dipelajari meskipun tidak secara terbuka dan mandiri. Pada abad ini dibangun sintesis filosofis yang penting. Sintesisnya berkaitan dengan tiga hal. Pertama, didirikannya universitas-universitas pada 1200. Kedua, dibentuknya beberapa ordo baru. Ketiga, ditemukannya dan digunakan sejumlah karya filsafat yang sebelumnya tidak dikenal. Adapun penjelasannya sebagao berikut:
Pertama, didirikannya universitas-universitas. Sekolah-sekolah di Paris secara bersama-sama membangun universitas yang meliputi guru dan mahasiswa (magistrorum et scolarium). Sejak abad ke 9 setelah akademia ditutup pada abad ke 2, diseluruh Eropa Barat didirikan sekolah. Di Paris, sekolah-sekolah itu merupakan yang terbanyak. Sekolah-sekolah ini merupakan universitas pertama di dunia yang pertama bekerja sama antar sekolah di Paris. Di sekolah tersebut terdapat hak-hak khusus dari pihak gereja sehingga menjadikan universitas berkembang pesat. Hal ini ditiru oleh daerah lain, seperti Oxford, Bogona, dan Cambridge di Inggris serta banyak kota lainnya. Pada abad pertengahan, umunya unuversitas terdiri atas empat fakultas yaitu kedokteran, hukum, sastra (facultas atrium), dan teologi.
Kedua, ordo-ordo yang baru merupakan faktor kedua yang memengaruhi perkembangan hidup intelektual. Dua ordo yang terkenal adalah ordo fransiskan yang didirikan Fransiskus pada 1209, dan ordo dominikan yang didirikan Dominikus  pada 1215. Diberbagai kota, para eksponen dominikan mendirikan rumah studi yang digabungkan dengan universitas setempat.
Ketiga, penemuan karya filsafat Yunani, terutama karya Aristoteles. Penemuan ini merupakan faktor terpenting dalam perkembangan intelektual.mula-mula, dunia Barat hanya mengenal Aristoteles sebagai filosof bidang logika. Mereka sadar bahwa pemikiran Aristoteles itu sangat luas. Ajaran Aristoteles masuk ke dunia Barat, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung, ajaran ini masuk melalui Arab dengan tokoh-tokohnya Ibn Sina (980-1037),Ibn Russhd (1126-1198), serta bebrapa filosof Yahudi, sedangkan secara langsung, ajaran ini masuk melalui Sisilia.
            Beberapa nama yang patut ditampilkan sebagai pengembangan intelektual ialah Bonventura yang memberi komentar atas sententiae sebanyak empat jilid hsil pemberian kuliahnya antara 1250 dan 1253, Siger dari Fakultas Sastra, Albertus Agung, Thomas Aquinas, dan J.D. Scotus.

D. Zaman Akhir Abad Pertengahan
            Pada akhir abad ke 14 terjadi sikap kritis atas berbagai usaha pemikiran yang menyintesiskan pemikiran filsafat dan teologi yang semakin menyimpang dari pendapat Aristoteles. Dua pusat pada abad 14 yang berjasa dalam mempersiapkan ilmu pengetahuan alam modern ialah Johanes Buridanin (1298-1359) di Parisian, Thomas Bradwardine (1300-1349) di Oxford. Dalam filsafat, perkembangan tampil dalam bentuk “jalan modern”(via moderna) yang dipertimbangkan dengan “jalan kuno”(via antiqua).
            Via antique adalah madzhab skolastik tradisional, terutama thomisme dan scotisme, serta neoplatisme, aristotelisme moderat, dan albertisme. Adapun via moderna, didasari oleh pemikiran Gulielmus dari Inggris. Pendapatnya sering bertentangan dengan pemikiran gereja, sehingga terjadi pertengkaran yang menyebabkan ia lebih memperhatikan masalah-masalah logika, meskipun masih menulis komentar atas sententiae.
            Pemikiran Gulielmus lebih dikenal dengan nama Ockham (nama kota kelahirannya), yang cenderung lebih empirisme. Bentuk pengenalan paling sempurna adalah bersifat indrawi, oleh karena itu pengenalan indrawi harus dianggap intuitif, dibedakan dengan pengenalan abstrak. Pengenalan intelektual yang abstrak mempunyai konsep-konsep umum sebagai objeknya. Dalam hal ini, Ockham memiliki pendirian ekstrim yang disebut engan terminisme an nominalisme. Menurutnya, manusia tidak mengenal kodrat, sementara konsep seperti kemanusiaan tidak dimiliki oleh siapapun. Ockham menekankan bahwa konsep merupakan signum naturale (tanda wajar) , sedangkan terma bersifat konvensional sehingga dapat berlainan.
            Dalam metafisika Ockham menggunakan dua prinsip yang berpengaruh pada pemikiran filsafat pada waktu itu. Pertama, Ockham razor, bahwa keberadaan tidak perlu dilipat gandakan apabila tidak perlu. Artinya, suatu realitas metafisika tidk dapat diterima apabila dasarnya tidak kuat. Kedua, apa yang dapat dibedakan maka dapat dipisahkan. Paling tidak Allah-lah yang dapat memisahkannya. Berdasarkan dua prinsip tersebut, ia membersihkan metafisika dari perdebatan steril yang merajalela dalam madzhab skolastik. Melalui jalan modern ini, ockham berhasil karena banyak orang yang sudah bosan dengan perselisihan yang tidak memberi manfaat nyata.
            Dalam mengenal Allah, Ockham bersikap lebih kritis terhadap pengenalan manusia kepada Allah. Menurutnya, dengan rasio saja tidak mungkin manusia mengenal Allah. Pengenalan hanya dapat terjadi melalui iman dan kepercayaan. Kekuasaan Allah adalah absolut. Tata susunan moral yang dibuat manusia tidak bersifat absolut dan sama sekali bergantung pada kehendak Allah.
            Filsafat abad pertengahan diawali oleh Boethius diakhiri oleh Nicolaus Cusanus. Nicolaus Cusanus membedakan tiga macam pengenalan, yaitu pancaindra, rasio, dan intuisi. Pengenalan idrawi kurang sempurna. Rasio membentuk  konsep berdasarkan pengenalan indrawi. Adapun aktivitasnya dikuasai oleh prinsip nonkontradiksi (tidak mungkin sesuatu ada dan tidak ada). Manusia tidak mengetahui apapun, dengan intuisi manusia dapat mencapai sesuatu yang tidak terhingga. Allah merupakan objek intuisi manusia. Dalam diri Allah, seluruh hal yang berlawanan akan mencapai kesatuan. Pengetahuan Nicolaus yang luas tidak menjadikannya eksponen abad pertengahan saja. Ia juga mencintai eksperimen sehingga membawanya pada pemikiran ilmu masa modern.
            Setelah masa Yunani, muncullah masa periode Renaissance. Sementara ilmu pengetahuan Arab dalam kemunduran, Eropa menyaksikan kecemerlangan peradaban Islam. Mereka sadar akan ketertinggalan mereka. Pada abad 13, mereka mengadakan gerakan penerjemahan. Universitas Eropa mulai didirikan. Pemikiran-pemikiran ilmiah memperoleh dukungan guru besar universitas seperti Robert Gtous, Albert Magnus, dan Roger Bacon.
            Sejarah keilmuan lebih berkembang mulai abad 14 dan 15 melalui ekspedisi besar, seperti ekspedisi Vasco da Gama ke India Timur. Penemuan mesin cetak pada abad 15 oleh Johan Gutenberg merupakan titik balik yang paling penting.
            Tokoh Renaissance, seperti Francis Bacon, Descrates, Newton, Kepler, Nicolaus Copernicus, Galileo, Lavoiser, Darwin, dan lainnya mempercepat kemajuan pengetahuan ilmiah.
            Nicolaus Copernicus merupakan orang Polandia yang ahli astronomi. Pendapatnya yang dianggap kontroversial pada masa itu adalah pernyataan bahwa bumi dan planet-planet lain berputar mengitari matahari atau yang disebut heliocentis.  Copernicus menyatakan bahwa bumi berputar pada porosnya, bulan berputar mengelilingi matahari dan bumi, serta planet-planet lain semuanya berputar mengelilingi matahari. Teori ini diperbarui secara lebih akurat oleh astronom Denmark, Johanes Kepler.
            Tokoh lainnya adalah Francis Bacon, ia seorang filsof  besar pertama yang menyadari bahwa ilmu pengetahuan dan filsafat dapat mengubah dunia. Bertrand Russell menyatakan bahwa Francis Bacon merupakan seorang peletak dasar metode induktif modern dn juga pioner percobaan sistematisasi logika dalam menyusun teori keilmuan.
            Kerika itu perguruan tinggi semakin banyak. Melalui media masa modern, ilmu pengetahuan mengalami loncatan yang jauh hingga dalam tempo singkat telah mencapai zaman modern.



BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
            Abad pertengahan dibagi menjadi dua, yaitu zaman patristik dan zaman skolastik. Masa patristik dari kata latin Patres yang berarti bapa-bapa gereja. Ajaran falsafi-teologis dari bapa-bapa gereja berusaha untuk memperlihatkan bahwa iman sesuai dengan pikiran-pikiran paling dalam manusia. Mereka membela ajaran kristiani.
            Zaman yang kedua yaitu zaman skolastik, berasal dari bahasa latin Scholasticus atau guru. Pemikiran Aristoteles muncul kembali melalui beberapa filsuf islam dan Yahudi, terutama melalui Ibnu Sina..filsafat mereka disebut skolastik karena filsafat diajarkan dalam sekolah-sekolah, biara, dan universitas menurut suatu kurikulum yang tetap. Tema-tema pokok dari ajaran mereka adalah tentang iman, akal, budi, ada dan hakikatnya Tuhan, antropologi, dan etika.
            Berakhirnya filsafat abad pertengahan ini diawali pada akhir abad ke 14. ketika itu terjadi sikap kritis atas berbagai usaha pemikiran yang menyintesiskan pemikiran filsafat dan teologi yang semakin menyimpang dari pendapat Aristoteles.










DAFTAR PUSTAKA
Atang, Abdul Hakim M.A dan Drs. Beni Ahmad Sebani,M.Si. 2008. Filsafat Umum dari Metologi sampai Teofilosofi, Bandung: Pustaka Setia
Drs. Warsito, Loekisno Choiril, M.Ag, dkk, 2011. Pengantar Filsafat. Surabaya: IAIN Sunan Ampel Press




















0 komentar:

Posting Komentar

Copyright 2009 Neng Ingin Berbagi. All rights reserved.
Bread Machine Reviews | watch free movies online by Blogger Templates