BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Filsafat,
Kata ini berasal dari bahasa Yunani. Semua cendekiawan kuno dan modern yang
mengenal bahasa dan sejarah ilmiah Yunani kuno mengatakan sebagai berikut:
Kata
falsafah (filsafat) berasal dari kata philosophia yang kemudian diubah ke dalam
bahasa Arab dan menjadi kata dasar buatan ( mashdar ja liy), yakni falsafah.
Kata philosophia merupakan gabungan dari dua kata: philos dan sophia. Kata
philos berarti sahabat atau kekasih, adapun kata sophia memiliki arti kebijaksanaan,
kearifan, atau pengetahuan. Dengan demikian, maka arti dari kata philosophia
adalah cinta pengetahuan. Plato serta Socrates dikenal sebagai philosophos,
yaitu orang yang cinta pengetahuan .2 Dengan demikian, kata falsafah yang
merupakan kata dasar hasil Arabisasi juga memiliki arti: usaha yang dilakukan
oleh para filsuf.
Sebelum
Socrates, muncul sekelompok orang yang menamakan diri mereka sophist, yakni
para cendekiawan. Kelompok ini menjadikan pandangan clan persepsi manusia
sebagai suatu hakikat dan kebenaran, lalu mereka membuat berbagai kekeliruan
dalam berargumentasi.
Lambat
laun, kata sophist, sopistes, keluar dari arti aslinya dan berubah arti menjadi
seorang yang menggunakan argumen-argumen yang keliru. Dan kata sufshatha
merupakan kata dasar Arabisasi dari kata sophistry, yang dalam istilah
diartikan sebagai seorang yang biasa menggunakan paralogisme (mughaalathah).
Socrates,
dikarenakan rasa rendah hatinya, dan kemungkinan dikarenakan khawatir
disejajarkan dengan kaum sophist, maka dirinya enggan disebut sophist atau
cendekiawan .1 Dan karena inilah maka ia disebut dengan filsuf (philosophos),
yakni pecinta ilmu. Lambat laun kata philosophos menjadi lawan dari kata
sophist yang memiliki arti
Seorang
yang biasa menggunakan paralogisme. Kemudian kata philosophos (filsuf) berubah
arti dari `pencinta ilmu’ menjadi `seorang yang berpengetahuan tinggi’,
sedangkan kata philosophia (filsafat) sinonim dengan ilmu. Selain itu, kata
filsuf merupakan suatu kata istilah yang tidak digunakan pada seorang pun
sebelum masa Socrates, dan bahkan setelah Socrates pun tidak langsung digunakan
untuk menyebut dan menjuluki seseorang. Mereka mengatakan bahwa Aristoteles
juga tidak menggunakan kata philosophia (filsafat) dan philosophos (filsuf),
dan pada masa berikutnya istilah filsafat dan filsuf menjadi tersebar luas.
Filsafat Menurut Istilah Muslimin mengambil kata ini (falsafah atau filsafat)
dari Yunani, kemudian diubah dan disesuaikan dengan bentuk kata bahasa Arab,
dan memiliki arti berbagai ilmu pengetahuan yang rasional.
BAB II
PEMBAHASAN
A. FILSAFAT YUNANI SESUDAH MASA SOCRATES
Di
dalam pembagian Zaman filsfat ini nama Socrates menjadi patokan kurun waktu,
dikarenakan Socrates tidak menghiraukan tentang apa sebenarnya hakikat yang
menjadi asal mula (arche) dalam alam semesta (kosmos), dia pun tidak memberikan
perhatian, apalagi melancarkan kritik, terhadap berbagai spekulasi yang
dilakukan oleh para filsuf sebelumnya, menurutnya berbagai spekulasi tidak
membawa kita pada pengetahuan yang pasti dan bermanfaat bagi kehidupan kita
sebagai manusia.
Lahirnya Filsafat dapat digolongkan berdasarkan kurun waktunya :
Zaman Pra-Socrates :
a. Filsafat Alam
b. Filsafat Menjadi
c. Filsafat Ada
d. Filsafat Pythagoras
e. Filsafat Kaum Elea
Zaman Socrates :
a. Kaum Sofisme
b. Socrates
Zaman Pasca Socrates :
a. Plato
b. Aristoteles
c. Epikurisme
d. Stoaisme
e. Skeptisisme
Zaman Pra-Socrates :
a. Filsafat Alam
b. Filsafat Menjadi
c. Filsafat Ada
d. Filsafat Pythagoras
e. Filsafat Kaum Elea
Zaman Socrates :
a. Kaum Sofisme
b. Socrates
Zaman Pasca Socrates :
a. Plato
b. Aristoteles
c. Epikurisme
d. Stoaisme
e. Skeptisisme
Membicarakan
filsafat Yunani sesudah masa Socrates sama artinya membicarakan mengenai
pemikiran filosof-filosof sesudahnya. Disini kami selaku pemakalah membatasi
untuk membahas mengenai pemikiran Plato dan Aristoteles saja.
A.1 Plato
Banyak
orang pasti mengenal Plato. Dialah seorang filosof Barat yang paling populer
dan dihormati di antara filosof lainnya. Karya-karyanya menjadi rujukan awal
bagi perkembangan filsafat dunia. Plato dilahirkan di Athena sekitar tahun 427
SM, pada masa akhir zaman keemasan Athena setelah setahun kekuasaan Pericles
berakhir, atau tiga tahun sejak perang Athena dengan Sparta. Keluarganya paling
terpandang di Athena.
Ayahnya, Ariston adalah keturunan raja
terakhir Athena. Ibunya, Perictione adalah keturunan Solon, seorang aristokrat
reformis yang menulis undang-undang tentang demokrasi Athena. Kehidupan Plato
dalam lingkungan aristokrat membuatnya cukup dikenal di kalangan pejabat tinggi
Athena, walau ia seorang yang pendiam dan dingin.
Pemikiran
filsafatnya sangat dipengaruhi oleh gurunya, Socrates, yang telah mengajarinya
selama 8 tahun. Hingga saat sang guru diadili dan dihukum, ia masih berusia 28
tahun. Setelah Socrates meninggal pada tahun 399 SM, karena terancam jiwanya
akibat perang saudara kaum aristokrat dan kaum moderat serta diliputi kesedihan
sepeninggal gurunya, Plato meninggalkan Athena bersama sahabat-sahabatnya.
Mulai saat itulah ia melakukan perjalanan ‘filosofi’ ke berbagai kota. Hingga
saat ia kembali ke Athena, ia membeli beberapa lahan di luar benteng kota
Athena yang dikenal dengan nama Grove of Academus (Hutan Academus). Di sinilah
awal dari tumbuhnya sekolah yang terkenal yang dinamakan Akademi. Akademi ini
merupakan cikal bakal universitas Abad Pertengahan dan Abad Modern yang selama
900 tahun menjadi sekolah yang mengagumkan di seluruh dunia.
Selama
sisa hidupnya ia tidak menikah, waktunya selama 40 tahun banyak dihabiskan
untuk mengajar dan menulis di Akademi. Walau setelah 20 tahun mengajar ia
sempat ke Syracuse, untuk mendidik raja muda, Dionisius II menjadi seorang raja
filosof, yakni filosof yang menjadi raja atau raja yang belajar filsafat. Ini
berkaitan dengan misi hidupnya mencapai cita-cita bagi perkembangan filsafat
sejati dan pendidikan bakal raja filosof di Akademi. Baginya raja dengan
pengetahuan yang baik akan mampu mengetahui kebenaran, keadilan sejati sehingga
mampu menjalankan pemerintahan terbaik. Sebuah cita-cita yang di suatu masa di
kemudian hari banyak memberi pengaruh terhadap raja-raja Eropa. Selepas itu ia
kembali ke Akademi hingga meninggal dunia pada tahun 348 SM dalam usia 80
tahun.
A.2. Teori
Idea
Plato
memandang bahwa kehidupan ideal adalah kehidupan pikir, harmoni adalah
idealitas jiwa manusia. Artinya bahwa akal sebagai dasar, pengendali, pengatur
bagi setiap pemahaman. Ia seorang rasionalis seperti halnya Socrates. Realitas
pada dasarnya terbagi ke dalam realitas yang dapat ditangkap oleh indera (kasat
mata) dan realitas yang hanya dapat dipahami oleh akal. Segala yang nyata dalam
alam bersifat mengalir, dapat hancur, dapat terkikis oleh waktu, karena terbuat
dari materi yang dapat ditangkap oleh indera. Ini dikenal dengan sebutan dunia
materi.
Sedangkan
ada realitas di balik dunia materi yang di dalamnya tersimpan pola-pola yang
kekal dan abadi tak terkikis oleh waktu yang dikenal dengan dunia ide. Dunia
ide ini hanya dapat ditangkap oleh akal. Dunia ide inilah dunia yang
sebenarnya. Dalam analogi mitos gua Plato, realitas yang sebenarnya berada di
dunia terang di luar gua, bukan bayang-bayang dinding gua dari benda yang
sebenarnya. Fenomena alam hanyalah bayang-bayang dari bentuk atau ide yang
kekal.
A.3. Ide
Kebahagiaan
Boleh
dikatakan bahwa Plato memandang akal sebagai sarana untuk menangkap pengetahuan
mengenai segala sesuatu idea dalam realitas, seperti ide kebaikan, ide
kebahagiaan dan ide keadilan. Ide kebaikan tertinggi manusia adalah kebahagiaan
sejati. Kebahagiaan yang bersifat absolut, abadi dan kekal, bukan kesenangan
karena kesenangan hanyalah sekadar memuaskan nafsu badaniah semata. Lalu dari
mana kebahagiaan terbentuk?
Dalam
konsep Plato, dibandingkan dengan makhluk lain, manusia mempunyai esensi atau
bentuk yang tidak sederhana, akan tetapi manusia tersusun dari beberapa elemen
yang mengimbangi berbagai kapasitas atau fungsi lainnya. Kemampuan untuk
berpikir merupakan kapasitas dan fungsi yang membedakan manusia dengan makhluk
lainnya. Elemen akal ini merupakan hal yang paling penting. Elemen lainnya terdiri
dari nafsu badaniah, yakni hasrat dan kebutuhan dan elemen rohani yang
terungkap dalam bentuk emosi, seperti kemarahan, ambisi, kebanggaan,
kehormatan, kesetiaan, dan keberanian.
Ketiga
elemen tersebut yang terdiri dari akal, rohaniah dan nafsu badaniah disebut
dengan jiwa tripartit. Rasa kebahagiaan manusia sebagai kebaikan tertinggi
bersumber dari sifat-sifat alaminya yang berfungsi sebagai penyeimbang dari
pemenuhan kebutuhan ketiga elemen yang membentuk manusia. Oleh karena itu,
karena memiliki jiwa tripartit inilah maka kebaikan tertinggi bagi manusia
adalah rasa tenteram atau kebahagiaan. Kebahagiaan didapat dari tiga pemenuhan
tiga bagian jiwa di bawah aturan dan kendali akal. Dari ketiga elemen tersebut
penggunaan akal sebagai sarana berpikir adalah yang paling penting dalam
esensinya sebagai manusia. Dalam hierarki berada pada tingkat tertinggi. Nafsu
badaniah berada pada tingkatan paling rendah, sedangkan elemen rohaniah berada
pada tingkatan menengah. Inilah yang dikenal sebagai teori diri atau
kepribadian tripartit milik Plato.
A.4.
Harmoni Tripartit
Dengan
demikian dari ketiga elemen tidaklah boleh dihilangkan atau diabaikan salah
satunya dalam mencapai kebahagiaan. Harmoni atau keseimbangan pemenuhan di
antaranya dengan akal sebagai pengarah rohani dan nafsu maka seseorang bisa
memuaskan sifat alami manusia yang kompleks. Dan jika setiap elemen mampu
berfungsi dalam kapasitas dan perannya masing-masing sesuai dengan bangunan
diri, maka kehidupan orang seperti ini bisa dikatakan bijak dan mengalami
keadilan jiwa. Penggabungan kepribadiannya menjadi ketenteraman dan
kebahagiaan. Keharmonian di antara elemen rasional dan tak rasional jiwa inilah
yang harus dipahami, karena berkaitan dengan sikap moral, moralitas seseorang.
Sebagai
gambaran misalkan ketika fungsi-fungsi akal terpenuhi sebagai pengendali elemen
jiwa lain, maka akal akan menampilkan kebajikannya, yakni dalam bentuk
kebijaksanaan. Pada saat elemen roh menunjukkan fungsi kebencian, ambisi,
maupun heroiknya dalam batas-batas tertentu, maka elemen ini menunjukkan bentuk
keberanian. Berani dalam cinta, perang, maupun dalam persaingan. Elemen nafsu
yang menampilkan fungsinya secara benar, maka akan menunjukkan kebajikan
karakternya, yakni kendali diri. Yakni dengan menjaga kepuasan jasmaniah pada
batas-batasnya. Keseimbangan ketiga karakter kebajikan tersebutlah yang mampu
mengantar pada ide kebahagiaan.
Plato
menganalogikan dengan jelas tentang fungsi dan peran ketiga elemen dengan
analogi lain. Misalkan elemen akal adalah manusia, elemen roh adalah singa, dan
elemen nafsu badaniah adalah naga berkepala banyak. Yang menjadi masalah adalah
bagaimana cara membujuk singa agar membantu manusia menjaga naga hingga tetap
dapat diawasi? Tentu saja dengan peran sebagai ‘pawang’ manusia harus mampu
menjaga harmoni serta mengendalikan singa dan naga.
B.
Aristoteles
Murid
Plato, awalnya mendasarkan diri pada pandangan gurunya, namun kemudian
mengembangkan prinsip-prinsipnya sendiri.
Aristoteles
adalah seorang biologist, seorang yang sangat empiris, percaya pada hal-hal
natural dan riil. Tidak seperti Plato yang senang bergerak di bidang-bidang
ideal, Aristoteles adalah seorang yang down to earh.
Bagi
Aristoteles, psikologi adalah ilmu tentang soul. Soul menjadi bagian vital dari
individu, menggerakkan, mengarahkan perkembangan organisma, dan
mengaktualisasikan organisma menjadi eksistensinya yang sekarang. The soul is the form.
Dalam
hal ini Aristoteles berbeda pandangan dengan gurunya yang memisahkan idea (yang
dalam konsepsi Aristoteles dapat disamakan dengan soul) dan materi. Bagi
Aristoteles, soul dan materi tidak dapat dipisahkan. Materi tidak berarti tanpa
soul.
Tidak
semua benda di alam punya soul, hanya organisma saja, yaitu nutritive soul, sensitive soul,rational
soul.
B.1.
Struktur dan Fungsi dari Rational/Human soul.
·
Perception-the starting point of knowledge-has to do with form, not matter.
Contoh : yang dilihat adalah lemari, bukan kayu.
·
The
Special Senses, setiap indera memfokuskan diri
pada karakteristik khas dari suatu obyek. Bagi Aristoteles, indera kita
menangkap karakteristik tersebut dan mencatatnya dalam benak kita, seperti apa
adanya.
·
The
Interior Senses, bagian penginderaan yang
terletak di dalam benak kita, tidak berhubungan dengan dunia luar, namun masih
memiliki kontak dengan pengalaman sensasi.
·
Common
Sense, bagian yang mengintegrasikan berbagai
sensasi yang kita terima sehingga menjadi suatu gambaran utuh dan terintegrasi
mengenai dunia kita, terletak di hati. Common sense dan imagination membentuk
penilaian kita yang akhirnya membantu kita menginterpretasikan
pengalaman inderawi kita.
pengalaman inderawi kita.
·
Memory, image yang utuh mengenai obyek sampai ke memory dan disimpan di
sana. Fungsi utama memory adalah merepresentasikan kembali obyek tersebut,
tanpa harus disertai kehadiran riil dari obyek nyata tersebut. Juga
menghasilkan judgement, perasaan suka/tidak suka yang akhirnya akan mendorong
munculnya perilaku.
·
Mind, bagian yang paling rational,
hanya dimiliki oleh manusia. Jadi pada binatang, informasi hanya sampai pada
memory. Mind berfungsi untuk membentuk abstraksi dari representasi-representasi
obyek yang sampai ke memory. Dengan kata lain, membentuk pengetahuan
(knowledge).
·
Passive
mind adalah potensial, tidak memiliki karakter
tersendiri. Apa yang ada di dalamnya baru teraktualisasi menjadi pengetahuan
melalui active mind. Active mind bergerak mengolah isi dari
passive mind, abadi, dan kekal. Bagian ini tidak tergantung dari tubuh dan ada
pada semua manusia.
B.2.
Motivation
Dibedakan antara
motivasi pada hewan (appetite) dan motivasi pada manusia (wish).
Manusia mengerti baik-buruk jadi konflik motivasionalnya bersifat moral ethic,
sementara hewan bersifat pleasurable.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
·
Kata
falsafah (filsafat) berasal dari kata philosophia yang kemudian diubah ke dalam
bahasa Arab dan menjadi kata dasar buatan ( mashdar ja liy), yakni falsafah.
Kata philosophia merupakan gabungan dari dua kata: philos dan sophia. Kata
philos berarti sahabat atau kekasih, adapun kata sophia memiliki arti
kebijaksanaan, kearifan, atau pengetahuan. Dengan demikian, maka arti dari kata
philosophia adalah cinta pengetahuan.
·
Zaman
Pasca Socrates
a. Plato
b. Aristoteles
c. Epikurisme
d. Stoaisme
e. Skeptisisme
a. Plato
b. Aristoteles
c. Epikurisme
d. Stoaisme
e. Skeptisisme
·
Plato
memandang bahwa kehidupan ideal adalah kehidupan pikir, harmoni adalah
idealitas jiwa manusia. Artinya bahwa akal sebagai dasar, pengendali, pengatur
bagi setiap pemahaman.
·
Plato
dilahirkan di Athena sekitar tahun 427 SM, pada masa akhir zaman keemasan
Athena setelah setahun kekuasaan Pericles berakhir, atau tiga tahun sejak
perang Athena dengan Sparta. Keluarganya paling terpandang di Athena.
·
Plato
memandang akal sebagai sarana untuk menangkap pengetahuan mengenai segala
sesuatu idea dalam realitas, seperti ide kebaikan, ide kebahagiaan dan ide
keadilan. Ide kebaikan tertinggi manusia adalah kebahagiaan sejati.
·
Aristoteles
adalah seorang biologist, seorang yang sangat empiris, percaya pada hal-hal
natural dan riil. Tidak seperti Plato yang senang bergerak di bidang-bidang
ideal, Aristoteles adalah seorang yang down to earh.
·
Menurut
Aristoteles Mind, adalah bagian yang paling rational, hanya
dimiliki oleh manusia. Jadi pada binatang, informasi hanya sampai pada memory.
Mind berfungsi untuk membentuk abstraksi dari representasi-representasi obyek
yang sampai ke memory. Dengan kata lain, membentuk pengetahuan (knowledge).
B. DAFTAR PUSTAKA
Bertens, K. 1975. Sejarah
Filsafat Yunani: Dari Thales ke Aristoteles. Yogyakarta: Kanisius
Rapar, Jan
Hendrik. 1996. Pengantar Filsafat. Yogyakarta: Kanisius.
0 komentar:
Posting Komentar